Yogyakarta, Kabar Jogja – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan akibat kebijakan efisiensi anggaran, tingkat hunian tamu (okupansi) di seluruh hotel terus menurun. Jika kondisi ini tidak berubah dalam tiga bulan kedepan, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Laporan ini disampaikan Ketua PHRI DIY, Dedy Pranowo saat diskusi ‘Dampak Efisiensi di Sektor Perhotelan’ yang diselenggarakan di DPRD DIY, Selasa (25/3).
“Biasanya di awal tahun, Januari itu tingkat okupansi kita mencapai 90 persen dari jumlah kamar. Januari tahun ini tingkat okupansinya maksimal hanya di angka 80 persen dan menurun di Februari,” kata Dedy.
Hingga akhir Maret besok, dilaporkan tingkat okupansi di seluruh hotel di DIY hanya di angka 15-20 persen. Bahkan diperkirakan pada April, Mei, dan Juni hanya maksimal di 30 persen.
Dampak penurunan ini, pengelola hotel ikut melakukan efisiensi pertama di penggunaan energy dan pengurangan jumlah karyawan. Dimana karyawan lepas sudah tidak pekerjakan lagi sedangkan yang kontraknya habis tidak diperpanjang. Untuk karyawan tetap, jam kerjanya dikurangi.
“Kami tidak ingin melakukan PHK. Tapi jika dalam tiga bulan kedepan, kondisi tidak berubah, dengan berat hati kami lakukan. Kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat berdampak luar biasa, melebihi saat pandemi Covid-19 kemarin,” tegasnya.
Karena itulah, khusus kepada Pemda DIY yang selama ini dianggap ‘Istimewa’. Mewakili rekan-rekan PHRI, Dedy mohon bantuannya dengan mengintruksikan ASN untuk staycations di berbagai hotel di luar tempatnya bertugas.
Kemudian ada permohonan untuk merelaksasi pajak, mengingat perhotelan dan restoran merupakan penyumbang pajak terbesar dari industri pariwisata. Dengan kondisi ekonomi melemah, relaksasi pajak sangat diperlukan.
“Kami juga sangat berharap, Pemda mengizinkan pelaksanaan rapat kerja pegawai dilakukan di hotel. Meskipun dengan anggaran seadanya, jika digelar di hotel itu akan memberikan multiefek yang berarti bagi perekonomian,” tuturnya.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi menyebut kebijakan efisiensi anggaran juga berdampak pada upaya promosi berbagai even-even pendukung pariwisata. Padahal target kunjungan wisatawan tahun ini harus meningkat dibanding tahun lalu yang mencapai 8 juta orang.
“Kondisi sekarang sangat memprihatinkan, kondisi pariwisata tidak dapat bergerak leluasa. Saya sudah bertemu dengan berbagai pelaku pariwisata di DIY dan kami optimis bisa bangkit. Jogja Ora Ringkih, Ora Jireh, Ora Ingga-inggi,” paparnya.
Karena keterbatasan anggaran promosi inilah, pihaknya bergantung sepenuhnya pada berbagai even kegiatan wisata yang dilakukan kabupaten maupun komunitas-komunitas. Dispar DIY sepenuhnya memberi dukungan pada upaya mempromosikan secara massif.
Anggota Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari menyadari kebijakan efisiensi ini ini memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, khususnya pelaku pariwisata agar selama libur panjang lebaran tetap banyak tamu yang datang.
“Ini adalah tantangan pertama. Tantangan kedua, kebijakan beberapa provinsi yang melarang kegiatan study tour juga berdampak besar pada pariwisata DIY. Karena itu, kerjasama dan dukungan dari Dispar DIY akan sangat diperlukan,” tutupnya. (Set)