Yogyakarta, Kabar Jogja - Laboratorium Ilmu Makanan Ternak (IMT) Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada memperkenalkan dua inovasi terbaru dalam pengembangan pakan ternak. Dua hasil penelitian tersebut adalah pemanfaatan hijauan pakan sebagai agen anti parasit serta bungkil inti sawit sebagai pakan unggas.
Kajian pemanfaatan hijauan pakan tanaman tropik ini dilakukan peneliti IMT Fapet UGM, Kustantinah bersama timnya yang sebenarnya difokuskan pada permasalahan kesehatan ternak ruminansia.
“Kami menemukan pada ternak ruminansia kecil di Indonesia terdapat salah satu parasit Haemonchus contortus yang saat dalam saluran cerna dapat merusak dinding usus dan menurunkan penyerapan nutrien serta mengakibatkan penurunan performa ternak,” Kustantinah, Selasa (28/1).
Selama 20 tahun, Kustinah meneliti manfaat kandungan metabolit sekunder dalam hijauan pakan sebagai agen anti parasit yang mampu mengurangi efek penurunan performa ternak karena infeksi parasit, seperti ditemukan di daun Indigofera dan daun mahoni.
Pengembangan bio antelmintik dengan memanfaatkan potensi alam terutama tanaman tropik diyakini dapat mengurangi penggunaan obat antelmintik komersial yang telah dikaji menyebabkan resistensi parasit.
“Hijaun pakan seperti daun mahoni, daun ketapang dan daun kaliandra telah diteliti memiliki kandungan metabolit sekunder yang dipengaruhi oleh umur daun,”imbuhnya.
Menurutnya, kandungan tanin terbukti mampu mengurangi jumlah manifestasi parasit pada ternak ruminansia kecil. Ia menilai masih banyak tanaman tropis yang belum digali kandungan nutrisinya, termasuk gulma. Gulma adalah salah satu tanaman yang digunakan sebagai hijauan pakan ternak, namun belum ada kajian terkait kandungan metabolit sekunder yang ada pada gulma.
“Untuk itu eksplorasi tanaman tropis dan pemanfaatannya perlu didorong lebih lanjut sebagai strategi peningkatan produktivitas ternak ruminansia sekaligus mendukung komitmen Fapet dalam kontribusi SDGs,”tegas Kustantinah.
Sementara Zuprizal dan timnya dalam penelitiannya berhasil mendaur ulang limbah bungkil inti sawit yang memiliki kandungan protein kasar sebesar 14-19 persen menjadi pakan ternak.
Dengan produksi pakan tahunan di Indonesia sebanyak kurang lebih 20 juta ton, proporsi optimal penggunaan bungkil inti sawit pada formulasi pakan ayam broiler adalah sebanyak 10 persen dengan koreksi asam amino esensial dan suplementasi enzim.
“Ada potensi penggunaan bungkil inti sawit sebagai pakan ayam broiler sekitar 2 juta ton,"kata Zuprizal.
Ia memberikan gambaran dalam pemanfaatan formulasi pakan ayam broiler sebanyak 10 persen maka bungkil sawit ini berpotensi untuk mengurangi penggunaan jagung sekitar 9 persen dan bungkil kedelai sekitar 3 persen.
Sementara terkait kandungan serat kasar pada bungkil inti sawit khususnya makanan yang tinggi perlu disuplementasi enzim dari luar berupa enzim mananase, NSPase, dan protease untuk meningkatkan kecernaan nutrien yang berakibat pada peningkatan produktivitas, kualitas karkas, dan kesehatan saluran cerna dari ayam broiler.(Tio)
Baca juga: