Sleman, Kabar Jogja – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sleman, Arjuna al Ichsan Siregar menyebut pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk mendalami dan membuktikan dua kasus dugaan politik uang yang terjadi di Kecamatan Minggir dan Mlati termasuk tindak pidana.
“Kami telah mendapatkan laporan dan barang bukti uang tunai untuk dugaan politik uang di Desa Sendangmulyo, Minggir. Sedangkan untuk kasus serupa di Kecamatan Mlati, beberapa dua alat bukti seperti pesan di WA sudah kami dapatkan,” katanya Minggu (24/11).
Sebelumnya, di hari pertama masa tenang usai tahapan kampanye yang berlangsung dua bulan. Publik Sleman digegerkan dengan laporan penangkapan warga di Desa Sendangmulyo yang dituduh akan melakukan praktik politik uang.
Di tangannya, ditemukan barang bukti enam berkas daftar penerima di atas surat bertuliskan ‘Daftar Pemilih Kusuka Pilkada 2024’, berikut uang pecahan nominal Rp50.000 sebanyak 252 lembar atau senilai Rp12,6 juta.
Pilkada Serentak 2024 Sleman diikuti dua pasangan calon, paslon nomor urut satu Kustini Sri Purnomo-Sukamto dan nomor urut dua Harda Kiswara-Danang Maharsa.
“Untuk kasus Minggir kami hanya memiliki satu alat bukti, padahal untuk memastikan itu masuk ranah pidana politik uang minimal harus ada dua alat bukti. Dalam tujuh hari kedepan kami akan dalami keterangan saksi dan menemukan barang bukti lainnya untuk menentukan ini kasus politik uang atau tidak,” kata Arjuna.
Bawaslu terkait kasus ini juga telah berkoordinasi dengan Penegakan Hukum Terpadu Polresta maupun Kejaksaan Negeri Sleman.
Sebelumnya, pada Minggu dinihari Kepala Desa Sumbermulyo, Budi Susanto dan warga menangkap satu orang yang dituduh akan membagi-bagikan uang. Barang bukti berupa berkas dan uang tunai sudah diserahkan ke Bawaslu.
Koordinator Tim Hukum Paslon 02, PK Iwan Setyawan, menegaskan komitmen timnya mengawal secara hukum di Bawaslu Sleman. "Kami akan bawa dan kawal kejadian ini ke ranah hukum sesuai aturan yang ada," katanya.
Ketua Tim Hukum paslon 01, Roni Rokhim Arisatriya menuturkan dugaan politik uang yang dihembuskan kepada pasangan Kustini Sri Purnomo-Sukamto tidak benar adanya.
“Itu adalah uang untuk saksi 01, konsumsi saksi dan operasional kader. Kok bisa dikatakan sebagai bitingan, ini sudah mengarah ke penyebaran berita bohong untuk menjatuhkan kami," ungkap Roni.
Roni justru menyebut bahwa enam kader 01 tersebut mengalami tindakan intimidasi langsung karena didatangi oleh oknum dari paslon 02. Diduga kader tersebut sudah lama diintai dan kemudian sengaja didatangi rumahnya di jam berkunjung yang tidak seharusnya.
"Waktu datang (rumah kader) itu ada kata kata ancaman juga. Kalau tindakannya premanisme seperti itu, kader kami ya tentu ada rasa takut. Dan dipaksa untuk mengakui itu uang bitingan," terang Roni.
Mengenai data nama warga, Roni menyebut hal itu adalah kewajaran karena yang bersangkutan tengah mendata nama warga yang akan memilih. Ini akan dipergunakan sebagai acuan perkiraan jumlah suara diperoleh di sana.
“Kan itu konsepnya. Bukan malah dikatakan sepihak sebagai politik uang," sambung Roni.
Sementara, Ketua Tim Pemenangan Kusuka, Raden Inoki AP menegaskan sejak awal paslon Kustini-Sukamto telah membentuk tim satuan tugas (satgas) anti politik uang.
Satgas ini dibuat karena sedari awal telah mencium adanya politik uang sejak ada upaya untuk Pilkada Serentak 2024 Sleman melawan kotak kosong. (Set)