Bantul, Kabar Jogja – Penggiat sosial dan perintis desa wisata Wonotingal, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul menargetkan berbagai produk UMKM di sana mampu menembus pasar nasional bahkan ekspor.
Salah satunya adalah kerajinan kayu tiga dimensi untuk hiasan dinding berbahan kayu limbah yang ditargetkan menembus pasar ekspor.
Ditemui di rumah produksi kerajinan kayu tiga dimensi ‘Wonotingal Craft’, Eksan Nurdin menyatakan banyak potensi di Dusun Wonotingal yang bisa diberdayakan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Selain Wonotingal Craft yang dikelola Mas Sukito. Dusun ini juga warga yang bergerak di usaha Abon Lele, batik tulis khas Srandakan, dan produk kesenian lainnya seperti lukisan-lukisan,” kata Eksan, Selasa (6/8).
Khusus untuk karya Sukito, Eksan mengaku pihaknya memberi perhatian khusus. Pasalnya produk yang dihasilkan warga RT 02 ini berbeda dari lainnya.
Memanfaatkan kayu-kayu limbah yang didapatkan dari pinggir pantai pesisir selatan Bantul dan limbah kayu bekas bangunan dari warga sekitar. Sukito sejak dua tahun terakhir fokus merangkai kayu-kayu tersebut menjadi bentuk khusus.
“Saat ini masih belum ada tema tetap untuk produk yang dihasilkan. Kebanyakan masih berkisar pada pemandangan alam seperti pantai, kemudian rumah-rumah joglo tua dan kondisi alam sekitar tempat produksi,” lanjut Eksan.
Sempat dua kali diajak pameran, Eksan yang lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyatakan di ajang pameran yang diselenggarakan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Bantul di Malioboro Mall menjadi awal masuknya pesanan.
Menurutnya saat ini sudah ada tiga sampai lima pesanan yang masuk untuk bisa segera dikerjakan.
Sebagai penguat, Eksan yang merangkap sebagai manajer pemasaran bagi Sukito mendapatkan pelatihan lewat inkubasi bisnis yang diselenggarakan Dinas Koperasi dan UKM Yogyakarta. Dari lima bulan jadwal, pelatihan baru memasuki bulan pertama.
“Disana kami mendapatkan materi tentang bagaimana mengelola manajemen keuangan, menguatkan merek, pengurusan ijin, membidik pasar, pemanfaatan dunia digital dan membuat katalog produk yang menarik,” lanjutnya.
Dari pelatihan ini, Eksan menjadikan ekspor sebagai pasar utama produk kerajinan tiga dimensi karya Sukito dan saat ini tengah membuat akun di pasar digital internasional. Segmen pasar ini dinilai besar karena produk Sukito memenuhi persyaratan program pembangunan berkelanjutan dunia (SDGs).
Soal harga, Eksan mengaku pihaknya belum berani merilis ke publik untuk harga. Pihaknya masih mengandalkan tawar menawar karena produk ini merupakan karya seni.
Sukito sendiri bercerita dirinya memulai usahanya ini pasca istrinya meninggal karena Covid-19. Berawal dari membuat berbagai mebeler, Sukito kemudian memanfaatkan kayu-kayu limbah yang banyak terhampar di pesisir pantai selatan.
“Kayu yang lama terendam air asin sangat tahan lama dan tidak mudah dimakan rayap. Saya berburu dari mulai Pantai Depok sampai Pantai Baru,” katanya.
Untuk satu karya, seperti perbukitan pantai Parangtritis yang kemarin turut dipamerkan di Bantul Creative Expo, Sukito mengaku membutuhkan waktu sekitar dua minggu.
Camat Srandakan, Sarjiman menyatakan apa yang dilakukan Eksan merupakan inisiatif meningkatkan perekonomian warganya dan akan terus didukung.
Pada berbagai produk kerajinan kayu tiga dimensi karya Sukito, Sarjiman berjanji akan mendukung dengan tenaga kurasi sehingga karya yang dihasilkan memiliki nilai untuk bisa ditawarkan ke pasar. (Tio)