-->
  • Jelajahi

    Copyright © KabarJogja.ID - Kabar Terkini Yogyakarta
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Krisis Sampah Disebut Bakal Ancam Pariwisata Yogyakarta

    29/05/24, 20:04 WIB Last Updated 2024-05-29T13:04:44Z

    Sleman, Kabar Jogja - Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Chandra W Purnomo menyatakan krisis sampah yang berlangsung sejak beberapa bulan ini akan mengancam keberlangsungan industri pariwisata Yogyakarta. 


    Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta diminta segera melakukan langkah darurat dengan menghidupkan ribuan bank sampah yang mati suri.


    Hadirnya ancaman ini disampaikan Chandra saat berdiskusi dengan awak media pada Rabu (29/5) di UGM dengan tajuk ‘Menyelami Darurat Tata Kelola Sampah di Yogyakarta’.


    “keberanian Pemda DIY menutup Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan tidak dibarengi dengan penguatan sisi tengah dalam sistem pengelolaan sampah dan rendahnya kesadaran masyarakat memilah sampah,” jelasnya.


    Dalam konsep pengelolaan sampah yang ideal, Chandra menjelaskan sampah dari produsen, diolah dan dipilah di Tempat Pembuatan Sementara (TPS), TPS3R, maupun Bank Sampah (Waste Bank). Sebelum akhirnya masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).


    Karena belum tersediannya tempat pengelolaan sampah utama, selepas TPST Piyungan ditutup menjadi sampah menghadirkan krisis lingkungan dinyatakan berstatus darurat sampah.


    Sangat disayangkan, meski sudah ditetapkan berstatus ‘Darurat Sampah’, namun sampah yang dibuang masyarakat tidak berkurang. Bahkan muncul sejumlah titik yang dijadikan tempat pembuangan ilegal.


    Mengatasi kondisi ini, Chandra meminta Pemda DIY untuk melakukan tiga hal dalam tiga tahap. Pertama jangka pendek adalah mengaktifkan ratusan bank sampah maupun TPS3R yang tersebar di Sleman, Kota Yogyakarta dan Bantul.


    Dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dengan biaya mencapai Rp600 juta, TPS3R banyak yang mangkrak tidak terpakai.Di Sleman saja menurutnya dari 30 TPS3R, hanya 10 saja yang beroperasi.  


    Kemudian pada jengka menengah, menerapkan teknologi pengelolaan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) untuk menghasilkan bahan bakar yang bisa dipergunakan industri sekitar sehingga meminimalkan biaya pengiriman dibandingkan ke luar provinsi.


    Terakhir, jangka panjangnya adalah menyiapkan pusat pengelolaan besar berkapasitas minimal 500 ton per hari. Langka ini perlu didukung hadirnya kesimbangan kebijakan desentralisasi yang diterapkan sekarang dengan sentralisasi.


    “Daerah menyiapkan tempat pengelolaan sampah sendiri. Sedangkan tempat pengelolaan besar yang dikelola Pemda DIY sebagai cadangan jika tempat pengelolaan di kabupaten/kota tidak berfungsi,” lanjutnya.


    Candra memastikan jika persoalan sampah ini tidak terselesaikan dengan baik, maka krisis lingkungan mengancam keberlangsungan industri pariwisata Yogyakarta.(Tio)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    close