Yogyakarta, Kabar Jogja - Pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat, Prima Sari, meminta intervensi upaya menurunkan prevalensi stunting jangan sampai salah sasaran.
“Kasus stunting akhir-akhir ini menjadi wacana kesehatan merupakan kondisi gagal tumbuh dan berdampak pada kegagalan pertumbuhan otak akibat kekurangan gizi,” kata Prima dalam dialog terbatas dengan wartawan.
Tidak hanya masalah pada kognisi, anak dengan stunting bisa meningkatkan risiko hipertensi, perlemakan hati, juga obesitas. Dalam jangka panjang stunting dapat menurunkan produktivitas nasional dan melebarkan ketimpangan sosial dan ekonomi bagi masyarakat Indonesia.
Sejak 2018, pemerintah telah melakukan berbagai upaya menurunkan prevalensi stunting. Salah satunya dengan menajamkan berbagai intervensi gizi pada sektor kesehatan yang menyasar pada ibu hamil dan anak usia 0-23 bulan.
Pemerintah juga menggiatkan berbagai intervensi yang mendukung peningkatan kualitas gizi dan kesehatan pada anak dan ibu hamil, seperti akses air, sanitasi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), akses pangan bergizi, juga perilaku hidup bersih dan sehat.
“Semua intervensi tersebut tidak akan efektif jika keluarga tidak mengambil peran aktif untuk memperhatikan kualitas hidupnya. Keluarga memiliki peran signifikan dalam pencegahan maupun penanggulangan stunting. Karena masalah gizi, sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup keluarga”, kata Prima Sari.
Sehingga upaya percepatan penurunan stunting tidak mungkin dilakukan satu lembaga saja, tetapi memerlukan keterlibatan dari kementerian dan lembaga lain. Juga dari lembaga non pemerintah, seperti dunia usaha, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.
Khusus bagi Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta maupun daerah lainnya, diharapkan agar koordinasi antar sektor dikuatkan dan berbagai sumber anggaran dioptimalkan. Sehingga dapat memastikan layanan yang diperlukan betul-betul tersedia dan diterima oleh keluarga.
Sementara itu, untuk para penyedia layanan di lapangan, diharapkan dengan sangat agar dapat memastikan bahwa layanan yang disediakan betul-betul diterima oleh kelompok sasaran dengan kualitas yang baik, kata Prima Sari menambahkan.
“Jangan sampai intervensi yang dilakukan menjadi salah sasaran, karena jika itu terjadi, berapapun alokasi anggaran yang diberikan, target yang telah ditetapkan tidak akan tercapai,” tutupnya. (Tio)