Yogyakarta, KoranJogja – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Daerah Istimewa Yogyakarta Hilmy Muhammad melihat menaikan harga BBM menjadi bukti pemerintah lemah dalam kontrol dan manajemen penyaluran subsidi. Langkah ini dinilai mengadu domba masyarakat kaya dan miskin.
Lewat rilis Senin (5/9) Hilmy mengatakan langkah menaikan harga menjadi pertanda lemahnya pemerintah Joko Widodo dalam mendistribusikan BBM. Langkah ini disinyalir merupakan upaya mengadu domba masyarakat mampu dan tidak mampu.
“Seharusnya pemerintah fokus pada penyaluran subsidi kepada yang berhak, dibandingkan menaikkan harga. Kondisi akan berdampak pada banyak orang,” katanya.
Tak hanya itu, Hilmy meminta pemerintah tidak lagi menyamakan Indonesia dengan negara lain dalam konsumsi BBM. Di beberapa negara harga BBM tinggi karena tingkat konsumsi lebih banyak untuk industri. Sementara di Indonesia, masyarakatnya lebih cenderung agraris dan maritim.
“Pengalihan subsidi BBM dan bantuan sosial itu dua hal yang berbeda. Pemahaman bahwa satu subsidi dialihkan ke subsidi lain adalah hal lain yang perlu dikoreksi,” ujar Katib Syuriah PBNU.
Dirinya mengatakan ada banyak jenis subsidi yang tidak saling berhubungan dengan BBM dan semuanya memiliki aturan masing-masing. Ia mencontohkan subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan subsidi-subsidi lainnya tidak akan terdampak dengan pengurangan BBM.
“Apakah bantuan yang diterima masyarakat jumlah semakin besar atau jumlahnya bertambah? Ya, sama saja. Anggarannya sudah disiapkan,” tegas Hilmy.
Begitu juga dengan subsidi pendidikan. Hilmy menegaskan beasiswa LPDP, misalnya. Sudah disiapkan skemanya sendiri. Kedepan, dengan kenaikan BBM, yang perlu dipertanyakan apakah nanti anggaran untuk pendidikan menjadi 30 persen.
Terkait dengan skema pendistribusian BBM di masyarakat, Hilmy melihat program Kementerian BUMN yaitu Pertashop atau pom mini sebenarnya merupakan sebuah solusi selama ini.
“Namun ini tidak dilakukan secara maksimal. Di pom mini hanya menjual BBM yang bersubsidi, SPBU hanya yang nonsubsidi. Mobil-mobil tidak akan ngantri di pom mini karena ruangnya kecil. Perbanyak saja jumlahnya seperti jumlah SPBU-SPBU,” jelasnya.
Digulirkan sejak 2020 dengan target kehadiran Pertashop sebanyak 10 ribu unit, sampai saat ini jumlah yang didirikan hanya 4.311 unit. (Tio)