Bantul, Kabar Jogja – Bupati Bantul Abdul Halim Muslih memuji keberhasilan Tempat Pembuangan Sampah 3R (TPS 3R) ‘Go Sari’, Desa Guwosari, Pajangan dalam mengelola sampah mandiri. Dirinya mendorong desa-desa lainnya mencontoh Guwosari mandiri pengelolaan sampah.
“Apa yang dilakukan oleh Bumdes Guwosari ini memang jauh dari kesempurnaan. Tapi ini merupakan satu kemajuan yang perlu diapresiasi. Dimana sampah dari desa dikelola oleh desa. Tidak keluar,” jelas Bupati, Senin (12/9).
Dari penilaiannya, Bupati menyebut Bumdes Guwosari telah berhasil mewujudkan misi pertama dalam program ‘Bantul Bersama 2025’ yang pertama. Yaitu desa mengelola mandiri sampah warganya.
Tapi Halim tidak memungkiri saat ini kendala kemandirian pengelolaan sampah oleh desa terkendala oleh adanya kajian kelayakan pendirian tempat pengelolaan sampah sendiri.
Menurutnya, jika setiap desa memiliki tempat pengelolaan sampah mandiri, maka hal itu akan membutuhkan investasi besar. Yang lebih tepat,menurut Halim adalah desa-desa yang berdekatan bersatu dan menuju satu desa untuk menampung serta mengelola desa.
“Tapi ini juga perlu dihitung ulang nilai ekonominya. Jangan sampai nanti pengelolaan sampah mandiri tidak untung. Ini adalah usaha yang orientasinya ekonomi sebagai pemasukan pada kas desa,” lanjutnya.
Kedepan, Bupati berharap konsep yang sekarang menjadi kajian dari Dinas Lingkungan Hidup yang akan menghadirkan beberapa klaster pengelolaan dan pemilahan sampah bagi 75 desa ini akan membuat Bantul sebagai wilayah pertama yang lepas dari ketergantungan pada TPST Piyungan.
“Kita akui, sistem pengelolaan sanitary landfill yang diterapkan di Piyungan sudah ketinggal jaman. Kita membutuhkan konsep dan penerapan teknologi yang nantinya bisa diterapkan di berbagai desa bahkan level masyarakat terbawa,” ungkapnya.
Usai menemani Bupati Halim keliling, Kepala Desa Guwosari Masduki mengatakan sejak didirikan pada 2019 lalu, saat ini dari tiga pengusaha pengumpul sampah, hanya satu yang belum bergabung.
“Pertama kali beroperasi pada Desember 2019 dan di 2021 kemarin kita sudah tidak membuang sampah ke TPST Piyungan.
Setiap sampah yang masuk semua kita olah, pisah, dan manfaatkan langsung di sini,” jelas Masduki.
Sampah kering yang laku jual disendirikan. Sampah basah dijadikan pupuk kompos dan pakan peternakan maggot. Sisa residu yang tidak bisa diolah atau digunakan kembali seperti masker dan pampers dibakar dalam mesin incinerator ramah lingkungan.
Masduki memaparkan pihaknya tengah memetakan potensi sampah di setiap dusun sampai RT. Dengan data ini, pemanfaatan sampah akan lebih optimal.
Membentuk sistem pengelolaan sampah yang baik, menurut Masduki, tidak hanya dari kesiapan penyediaan infrastruktur seperti tempat dan armada. Namun juga harus didukung infrastruktur politik agar warga tidak terdampak pengolahan sampah.
“Saat ini kita tengah berupaya mengajukan perizinan penggunaan tanah Sultan Ground untuk pengembangan ke sisi utara. Jika diperkenankan, kita akan mendapatkan tambahan lahan seluas 4 hektar,” ungkapnya.
Secara ekonomi, Masduki mengaku rata-rata pendapatan dari penjualan sampah kering daur ulang dan maggot mencapai Rp7-8 juta. (Tio)