Bantul, Kabar Jogja – Dusun Kanggotan, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul resmi mencanangkan diri sebagai ‘Kampung Bijak Sampah Berbasis Teknologi Hijau’. Lewat program ini, berbagai sampah residu plastik dijadikan bahan bangun ramah lingkungan.
Diinisiasi oleh Wakil Ketua I DPRD Bantul Nur Subiantoro, pencanangan kampung bijak sampah ini dilakukan Kamis (18/8) siang. Dalam program ini, turut dikenalkan mesin pengelola sampah residu plastic menjadi bahan bernilai ekonomi.
“Kami menggandeng Komunitas Bijak Sampah yang selama ini peduli dengan permasalahan sampah di DIY. Permasalahan sampah tidak bisa diselesaikan satu pihak saja. Sampah juga tidak bisa dengan hanya mengandalkan regulasi. Butuh kerjasama semua pihak,” kata Nur.
Bagi Nur, pencanangan di daerah yang dulu menjadi kawasan ibu kota Mataram Islam kuno sangat tepat karena gerakan ini kedepan akan menjadi budaya baru. Sesuai kawasan Plered yang menjadikan budaya sebagai basis ekonominya.
Dirinya juga menilai, kehadiran mesin pengolah sampah residu plastik ini menjadi solusi bagi Kepala Desa dalam mewujudkan program penanganan sampah di lingkungan sekitar. Sehingga tidak perlu di bawah sampai ke tempat pengumpulan sampah.
“Pencanangan ‘Kampung Bijak Sampah Berbasis Teknologi Hijau’ ibarat menarik anak panah. Hanya membutuhkan tenaga sejengkal untuk menarik dan kemudian melemparkan anak panah sejauh yang diinginkan agar nanti menjadi budaya baru kita,” jelasnya.
Wakil Ketua Komunitas Bijak Sampah Tri Setyawati memaparkan keberadaan kampung bijak sampah ini sesuai dengan misi serta visi komunitasnya yang ingin mengajak masyarakat peduli dan mengolah sampah bernilai ekonomi.
“Kita sebenarnya ingin yang besar, seperti lingkup Yogyakarta atau Kabupaten bantul. Namun itu muluk-muluk. Kami memulainya dari kampung, ini efektif menyelesaikan masalah sampah di lingkungan terdekat,” jelansya.
Dengan mesinnya, sampah residu plastik yaitu sampah-sampah plastik yang tidak dilirik pabrikan seperti bungkus sachet minuman ringan, sabun deterjen, kresek, label kemasan, dan lain-lain yang sudah terkumpul di bank sampah atau komunitas masyarakat akan dicacah dalam ukuran kecil.
Hasil cacahan kemudian dicampur dengan pasir dalam mesin pemanas hingga menjadi satu adonan. Adonan ini kemudian dimasukkan ke mesin cetak untuk menjadi bahan bangun ramah lingkungan seperti konblok, batako, maupun pemecah ombak.
“Mesin yang kami hadirkan ini adalah prototype dengan kapasitas hanya 15 Kg per hari. Ini bisa dikembangkan hingga skala industri dengan kapasitas maksimal 300 Kg atau setara dengan kumpulan sampah residu plastic dari lima kecamatan,” paparnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bantul Ari Budi Nugroho mengapresiasi gerakan penanganan sampah berbasis lingkungan ini. Menurutnya keberadaan mesin dengan basis teknologi hijau ini tidak hanya membuat resik lingkungan namun juga menambah perekonomian masyarakat.
“Dengan jumlah jiwa mencapai 1 juta, potensi sampah di Bantul setiap harinya mencapai 300 ton. Kedepan ini menjadi masalah karena dari 75 desa, hanya 24 yang memiliki usaha pengelolaan sampah mandiri,” katanya. (Tio)