Yogyakarta, Kabar Jogja – Sejumlah pihak yang disebutkan Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta membantah telah melakukan penjualan seragam sekolah kepada siswa baru. Meski dibebaskan dalam penggunaan seragam, kewajiban membeli seragam baru jamak dilakukan.
Sebelumnya, Kepala ORI DIY Budhi Masthuri merilis temuan adanya praktik penjualan seragam atau bahan seragam oleh sekolah maupun madrasah saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
“Keluhan mengenai jual beli seragam selain terjadi di sekolah negeri, madrasah juga terjadi di sekolah swasta berbagai tingkatan,” kata Budhi Kamis (7/6).
Beberapa laporan yang masuk ke ORI praktik ini terjadi di SMPN 1 Berbah, SMP Pembangunan Piyungan, SMPN 1 Srandakan, SMPN 1 Depok, SMKN Pundong, SMPN 5 Yogyakarta, SMPN 8 Yogyakarta, SMPN 12 Yogyakarta, SMPN 2 Mlati, SMKN 2 Depok, SMAN 11 Yogyakarta dan MAN 2 Yogyakarta.
“Tidak menutup kemungkinan ada lebih banyak lagi sekolah-sekolah lain di DIY melakukan hal yang sama. Kami juga mendapatkan laporan adanya pungutan sekolah, saat memasuki jadwal pendaftaran ulang,” lanjut Budhi.
penjualan seragam atau bahan seragam oleh sekolah maupun madrasah adalah dilarang. Ini sesuai pasal 181 dan pasal 198 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang intinya Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Kemudian ada pasal 4 Ayat (1) dan (2) Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Lalu pada madrasah ada pasal 23 Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah yang melarang komite madrasah secara kolektif maupun perorangan menjual seragam atau bahan seragam.
Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag DIY, Abd. Suud, telah memastikan jajaran madrasah tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pengadaan seragam siswa.
“Secara umum, jajaran madrasah mulai kepala, guru dan tenaga kependidikan tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pengadaan seragam siswa,” tandas Suud.
Di MAN 2 Yogyakarta yang disebut ORI, tidak pernah mewajibkan peserta didik membeli seragam pada satu pihak, lembaga ataupun entitas.
Memang koperasi di madrasah, sambungnya, menyediakan untuk membantu dan memudahkan orang tua. Namun, dipastikan orang tua siswa tidak wajib membeli di koperasi. Semua diserahkan kepada orangtua siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya mengaku belum menerima laporan terkait praktek tersebut. Pihaknya akan melakukan konfirmasi kepada sekolah-sekolah yang disebutkan ORI.
Kepala SMP Negeri 5 Kota Yogyakarta, Siti Ariana Budiastuti, membantah keterangan ORI tersebut. Ia heran, dari mana sumber laporan tidak mendasar itu, lantaran sekolah tak pernah melaksanakan praktik pengadaan seragam.
"Tidak hanya tidak memaksa (orang tua untuk membeli seragam di sekolah), karena memang SMPN 5 tidak pernah menjual seragam," tegasnya.
Anggota Forpi Kota Yogyakarta Baharuddin Kamba menyatakan praktek penjualan seragam oleh sekolah jamak dilakukan. Dalam praktiknya sekolah membebaskan orang tua siswa membeli di luar, namun harus sesuai dengan motif, warna maupun jenis kain yang ditentukan sekolah.
“Biasanya kain yang dikhususkan itu tidak dijual bebas dan hanya sekolah yang menyediakan. Orang tua terpaksa membeli di sekolah, mereka kuatir seragam anaknya berbeda dengan yang lain,” katanya. (tio)