Yogyakarta, Kabar Jogja - Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium (GAKESLAB) Indonesia menilai kebijakan sertifikasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagai syarat pembelian alat kesehatan (Alkes) dalam negeri berdampak kontraproduktif.
“Kami mengkuatirkan, kebijakan yang dilakukan Kementerian Kesehatan ini bersifat kontraproduktif terhadap kemandirian Alkes. Kementerian dirasa perlu melakukan beberapa klarifikasi terkait dengan kebijakan-kebijakan,” kata Sekretaris Jenderal GAKESLAB Indonesia, Randy H. Teguh, Rabu (29/6).
Menurutnya, selama pandemi terjadi peningkatan distribusi dan penggunaan Alkes produk dalam negeri yang mencapai angka 30 persen. Padahal sebelumnya, komposisi penggunaan Alkes dalam negeri hanya 10 persen saja dibandingkan penggunaan Alkes produk luar negeri yang mencapai 90 persen.
Kebijakan sertifikasi TKDN ini mengharuskan lembaga pemerintah, rumah sakit pemerintah, dan pejabat pengadaan memasukkannya sebagai syarat pembelian Alkes produk dalam negeri dinilai sangat membebani.
"Kami bahkan sempat mengalami kondisi-kondisi ekstrim dimana alkes dalam negeri produksi anggota kami yang telah memiliki Nomor Izin Edar sebagai Alat Kesehatan Dalam Negeri (AKD) tetapi belum memiliki sertifikat TKDN tidak diizinkan berpameran dan dicap sebagai alkes dalam negeri 'tempelan', seolah Alkes tersebut sebenarnya dibuat di luar negeri tetapi hanya diberi label di dalam negeri”, jelas Randy.
Randy memastikan kepemilikan Izin Edar dari Kemenkes ini seharusnya menjadi patokan standar mutu Alkes. Kepemilikan Izin Edar ini menjadi bukti produk Alkes yang ditawarkan sudah melalui telaah ilmiah yang ketat dengan melibatkan lembaga-lembaga yang kompeten.
Tidak hanya itu, terbatasnya lembaga penguji sertifikasi TKDN yang hanya dipegang dua lembaga PT Surveyor Indonesia dan PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) menjadi kendala tambahan produk Alkes dalam negeri.
"Di dua lembaga ini, biaya untuk mendapatkan sertifikasi TKDN tidak murah, Rp10-15 juta untuk satu produk. Saat ini sebanyak 10-11 ribu Alkes antri untuk disertifikasi. Dapat dibayangkan betapa panjangnya antrian mendapatkan penilaian bagi keperluan sertifikasi TKDN," tegasya.
Menurut Randy, GAKESLAB mendukung proses sertifikasi TKDN serta prioritas pembelian produk dengan nilai TKDN minimal tertentu, karena hal ini akan membantu pembentukan ekosistem alkes nasional.
Tetapi semua proses tersebut harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas dan kemampuan semua pihak, seperti industri, lembaga surveyor dan staf Kemenperin sendiri.
“Namun, jangan sampai adanya praktek licik oknum tertentu itu digeneralisasi terhadap semua atau sebagian besar alat kesehatan dalam negeri. Jangan sampai menimbulkan kebijakan yang kontraproduktif dan semakin menekan investasi alat kesehatan dalam negeri," kata Randy.
Saat ini, GAKESLAB yang memiliki jaringan di 21 provinsi terus melakukan komunikasi dengan pengelola RS di daerah mengenai terpenuhinya persyaratan produk-produk yang ditawarkan karena sudah memiliki Izin Edar sesuai UU Kesehatan.
Ketua Badan Pengembangan Produsen Alkes Dalam Negeri GAKESLAB Indonesia Ella Siti Alawiyah menyatakan pihaknya saat ini tengah bekerjasama dengan 12 universitas dalam pengembangan Alkes dalam negeri.
"Kami juga sudah mendorong kalangan distributor yang tergabung di GAKESLAB menjadi produsen Alkes. Saat ini sudah 110 distributor yang menjadi produsen," katanya.
Melalui pameran Alkes yang diselenggarakan Kemenkes di Yogyakarta pada 28-30 Juni di Hotel Mercure. GAKESLAB menyertakan 60 anggota baik produsen maupun penyalur Alkes dalam negeri berpartisipasi. (Tio)