Yogyakarta, Kabar Jogja - Anggota Komisi 1 DPR RI, Sukamta menilai krisis politik yang kini tengah terjadi di Myanmar yang berawal dari peristiwa kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elit militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog.
"Saya melihat situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik ini juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elit politik yang berkuasa," katanya, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/3).
Sukamta mengatakan, kondisi ini bisa bisa menyulitkan adanya kompromi antar pihak di Myanmar. Penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan oleh pihak militer.
"Oleh sebab itu harus ada langkah konkret dari para pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya kembali korban jiwa dengan mendesak elit berkuasa di Myanmar mau menahan diri dan selanjutnya membuka dialog dengan kelompok demonstran," kata Wakil Ketua Fraksi PKS ini.
Menurut Sukamta, dirinya mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.
Sukamta berkata, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN. Dirinya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar.
Menurutnya, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.
"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar oleh elit berkuasa di Myamnar," katanya.
Namun demikian Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan-segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myamnmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.
"Tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan. Meski ada prinsip _non interfere_ dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM terjadi. Saya kira Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan Demokrasi menjadi agenda utama ASEAN," ucapnya.(rls)