Sleman, Kabar Jogja - Universitas Gadjah Mada (UGM) dan World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta mendapatkan penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai pelopor penelitian teknik penggunaan nyamuk ber-Wolbachia untuk mengurangi penyebaran dengue atau yang dikenal masyarakat dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Penghargaan ini disampaikan saat Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D menjadi narasumber dalam talkshow Jaya Suprana Show, pada (22/1) lalu.
“Kami merasa bangga atas penghargaan ini. Penelitian ini merupakan kolaborasi antara Pusat Kedokteran Tropis, FKKMK Universitas Gadjah Mada, bersama Monash University, dan atas dukungan pendanaan penuh dari Yayasan Tahija selama 10 tahun terakhir. Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dan memohon doa agar penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat yang lebih luas,” ujar Prof. Adi Utarini yang akrab disapa Prof Uut.
Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng, D.Eng, Rektor Universitas Gadjah Mada menyampaikan anugerah MURI pada 22 Januari lalu, merupakan sebuah penghargaan yang sangat membanggakan bagi UGM. Penelitian pengendalian DBD yang dilakukan oleh WMP Yogyakarta bersama UGM dan didukung oleh Yayasan Tahija dalam mengembangkan teknologi Wolbachia untuk pengendalian DBD merupakan inovasi yang sangat bagus, dengan hasil efikasi Wolbachia yang tinggi dalam menurunkan 77% kasus DBD. Ini menjadi sumbangsih universitas bagi dunia kesehatan Indonesia dan dunia.
“Kerja sama antara UGM, WMP Yogyakarta, dan Yayasan Tahija yang telah berlangsung selama 10 tahun terakhir ini sudah berjalan dengan sangat baik. Saya rasa, kerjasama lembaga pendidikan dengan lembaga filantropi seperti Yayasan Tahija ini perlu terus dikembangkan agar menghasilkan inovasi-inovasi yang solutif atas permasalahan di masyarakat,” kata Panut.
Panut menambahkan, “Saya berharap kerja sama yang baik seperti ini terus berlanjut. Makin banyak dukungan dari berbagai pihak untuk penelitian-penelitian yang berorientasi pada pemecahan masalah real di masyarakat, akan semakin baik. Pemerintah harus mendukung hasil-hasil riset yang sudah terbukti manfaatnya untuk diimplementasikan secara lebih luas. Khusus untuk teknologi Wolbachia semoga bisa diimplementasikan di daerah lainnya di luar Yogyakarta, khususnya daerah-daerah dengan kasus DBD yang tinggi.”
Trihadi Saptoadi, Ketua Yayasan Tahija, menyampaikan UGM memang layak mendapatkan anugerah istimewa ini karena telah memberikan yang terbaik bagi para penelitinya dan dukungan institusi yang luar biasa. Yayasan Tahija bangga bisa menjadi mitra dalam usaha adopsi teknologi yang berdampak besar ke masyarakat.
Penelitian Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED) yang berakhir pada Agustus tahun lalu ini merupakan penelitian pengendalian dengue pertama di dunia, dengan menggunakan metode Randomized Controlled Trial, sebuah standar tertinggi dalam penelitian klinis (gold standard). Dari penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa Wolbachia yang terdapat di 50% jenis serangga, efektif menghambat replikasi virus dengue pada tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga sangat kecil kemungkinannya ditularkan ke manusia.
Pada semester kedua tahun 2020, WMP Yogyakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan melakukan perluasan manfaat Wolbachia, khususnya di area Kota Yogyakarta yang belum mendapatkan intervensi Wolbachia. Hingga akhir Desember 2020, persentase Wolbachia di area pelepasan sudah established di 60%.
Selain melakukan monitoring nyamuk ber-Wolbachia di Kota Yogyakarta, di tahun 2021 WMP Yogyakarta berfokus pada persiapan implementasi Wolbachia di Kabupaten Sleman. Kolaborasi ini dilakukan bersama Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Kesehatan Sleman, dan bermitra dengan puskesmas-puskesmas di Kabupaten tersebut.
“Proses implementasi di Sleman ini menarik. Secara luas wilayah, Sleman jauh lebih luas yaitu 14 kali lipat dari luas Kota Yogyakarta. Kasus DBD di Sleman juga terbilang tinggi. Implementasi Wolbachia diharapkan bisa menurunkan kasus dengue secara signifikan. Dalam hal implementasi programnya, WMP Yogyakarta bersama Dinas Kesehatan Sleman bekerja sama dalam tahapan pra-release, release, dan post release,” kata Prof Uut.(rls)