Hal tersebut diungkapkan oleh dosen psikologi UGM Diana
Setiyawati. “Bisa juga karena putus asa dengan kondisi, memang yang harus kita
perhatikan adalah memastikan agar semua orang terpenuhi kebutuhan dasarnya,” kata
dia pada Senin (14/9).
Sebagai peneliti kesehatan mental masyarakat, Diana
mengusulkan agar pemerintah harus bikin kebijakan yang bijaksana dan kompak
untuk memikirkan segala aspek kehidupan
warga selama masa pandemi berlangsung.
Di beberapa daerah kini banyak menerapkan sanksi sosial bagi
warga yang melanggar disiplin protokol kesehatan. Bentuk sanksinya pun beragam
dari hal yang ringan hingga berujung denda pun diberlakukan. Namun tidak jarang
juga beberapa daerah sengaja memajang peti mati di pinggir jalan untuk
mengingatkan banyak orang tentang dampak dari bahayanya penularan covid-19.
Diana mengungkapkan beragam sanksi tersebut menunjukkan
bahwa mengubah perilaku masyarakat sangatlah tidak mudah. Menurutnya setiap
orang akan mengubah perilakunya jika sesuai dengan persepsi yang diyakininya.
”Segala stressor (penyebab stres) itu kebanyakan netral,
yang membuat kita tertekan atau tidak itu adalah persepsi kita sendiri. Jadi
tinggal di rumah bagi orang tertentu bisa menekan, bagi org lain bisa netral,”
katanya.
Ia mencontohkan soal persepsi bahwa seseorang yang merasa
dirinya rentan dan beresiko tertular namun ada yang merasa bahwa penyakit ini
ringan dan tidak begitu serius bila terkena.
“Ini tergantung persepsi akan keseriusan penyakit ini. Misal
ada yang menganggap covid ini dianggap tidak serius, tidak parah kalau terkena.
Jika ada yang menganggap serius maka mereka akan menimbang protokol kesehatan,”
katanya.
Menurutnya edukasi sangat diperlukan untuk mengubah persepsi
warga masyarakat untuk bisa mematuhi protokol kesehatan. Meyakinkan bahwa
menggunakan masker dan selalu cuci tangan untuk melindungi mereka dari paparan
dan berisiko tertular sangatlah penting.
“Kita harus meyakinkan diri kita bahwa apa iya pakai masker
dan cuci tangan bisa membuat saya terlindungi? kalau sudah takdir bagaimana? Lalu
soal persepsi beratnya mematuhi protokol kesehatan, misal pake masker pengap,
cuci tangan bikin kulit kering,” katanya.
Soal munculnya beragam sanksi sosial tidur di peti mati atau
membangun peti mati di area publik menurutnya sebagai bentuk edukasi ekstrim
karena sulitnya mengubah perilaku untuk mengajak warga mengikuti protokol
kesehatan. Namun demikian menurutnya sanksi harus memiliki efek jera tetapi
juga harus diimbangi dengan fasilitas yang mendukung. “Yang namanya sanksi
memang seharusnya memiliki efek jera, namun sanksi memang harus diimbangi
dengan fasilitas,” ucapnya.(edi)