Yogyakarta, Kabar Jogja – Partai politik di Indonesia
dianggap banyak yang gagal menjalankan fungsinya sebagai lembaga politik. Dampaknya
pemimpin yang dipilih pun nantinya tidak akan menjadi pimpinan yang baik.
Dosen Tata Pemerintahan Fisipol Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY) Bambang Eka Cahya mengatakan, salah satu bukti ketidakseriusan
partai dalam menjalankan fungsinya yakni semisal ketika Pilkada tidak mengusung
calon dari kadernya sendiri.
“Banyak kader partai yang potensial. Tapi karena politik
uang dan kader tidak banyak yang mampu memenuhinya. Maka pilihan mendukung
kader partai lain yang memiliki banyak uang lebih diutamakan,” kata dia, dalam dalam
diskusi dengan tema ‘Pengawasan Anggaran Pemerintah Yang Rawan dimanfaatkan
Untuk Kepentingan Pilkada’ di Yogyakarta pada Sabtu (29/8).
Bambang mengatakan, kondisi tersebut berakibat pada dimanfaatkannya
oleh kalangan oligarki yang lebih mementingkan kekuasaan untuk memperkaya diri
sendiri maupun kelompoknya.
Menurutnya, dengan mendapatkan dukungan politik partai,
kalangan oligarki melihatnya sebagai jalan termudah untuk mendapatkan
kekuasaan. Dengan uang yang mereka miliki, mesin partai bisa digerakkan sesuai
kepentingan mereka. “Jika dari sisi pengkaderan partai saja gagal. Maka bisa
dipastikan pimpinan yang dipilih nanti tidak akan menjadi pemimpin yang baik.
Sebab prosesnya tidak dilakukan dengan benar,” katanya.
Bambang mengatakan, seandainya calon yang membeli suara
partai terpilih maka dalam menjalankan kekuasaannya akan rentang dalam
penyelewengan anggaran publik.
Bambang berkata, dengan kekuasaan politik yang dimiliki,
kepala daerah terpilih dengan mudahnya akan memanipulasi kalangan ASN yang
seharusnya bertugas sebagai pengontrol kebijakan publik. Banyak kasus terjadi
di banyak daerah, kalangan ASN yang mencoba melawan ketidakbenaran kebijakan
pimpinan daerah dimutasi ke posisi yang tidak menyenangkan.
“Idealnya ASN itu netral, bukan alat politik tapi dia
mengabdi ke negara dan bangsa. Tapi realita di lapangan ASN ada yang berusaha
netral ya dibuang tenan (pindah tugaskan). Pernah ada kejadian seorang guru di
suatu kabupaten kepulauan dipindah oleh bupati ke pulau yang paling jauh
gara-gara tidak mendukung bupati,” ucapnya.
Kepala Ombusdman RI Perwakilan DIY Budhi Masthuri menambahkan,
pihaknya bersama dengan Bawaslu saat ini terus mengawasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan selama Pilkada 2020. Terutama penggunaan anggaran dan netralitas
ASN oleh calon-calon petahana.
“Ada tiga yang kita perhatikan. Pertama soal pendomplengan
calon melalui berbagai kegiatan dan media promosi kegiatan pemerintah. Ini
termasuk dalam pengelembungan anggaran,” jelasnya.
Kedua adalah pengawasan terhadap netralitas ASN. ORI menurut
Budhi banyak mendapatkan laporan bahwa saat masa kampanye pilkada sebelumnya
kalangan ASN maupun kendaraan milik negara dipergunakan untuk kampanye.
“Terakhir, di masa pandemi ini kita juga mengawasi berbagai
bantuan sosial yang digunakan sebagai kedok untuk kampanye,” ucapnya.(dho)