Yogyakarta – Gunung
Merapi mengalami penggembungan atau deformasi sekitar tujuh centimeter sejak 22
Juni 2020 hingga Kamis, 9 Juli 2020. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan
menjalankan aktivitas seperti biasa.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi
Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan dari
pemantauan yang dilakukan, deformasi di Gunung Merapi pada periode 26 Juni
sampai 2 Juli 2020 menunjukkan ada pemendekan jarak tunjam sekitar 2
centimeter.
“Jika dihitung dari 22 Juni hari ini laju deformasi sekitar 0.5
centimeter per hari. Untuk total deformasi sejak 22 Juni 2020 hingga saat ini
sekitar 7 centimeter. Deformasi ini terukur di sektor Barat Laut,” katanya,
Kamis (9/7).
Hanik mengatakan deformasi yang terjadi di tubuh gunung
merupakan salah satu tanda ada magma yang naik ke permukaan. Namun, masyarakat
tidak perlu panik karena naik atau keluarnya magma ke permukaan merupakan hal yang
biasa terjadi di gunung api aktif.
Hanik menyebut pemendekan jarak tunjam ini terlihat dari
metode Electronic Distance Measurement (EDM). “Bisa dibayangkan di lereng
gunung Merapi dipasang cermin, lalu jarak cermin ke alat EDM diukur setiap
hari. Saat gunung mengalami inflasi (menggembung), maka jarak antara cermin dan
alat akan memendek,” katanya.
Menurut Hanik, deformasi ini masih kecil dibandingkan dengan
deformasi sebelum erupsi 2010. Oleh karena itu, potensi ancaman bahaya masih
sama, berupa luncuran awanpanas dari runtuhnya kubah lava dan lontaran material
akibat erupsi eksplosif. “Rekomendasi jarak bahaya juga masih sama, yaitu dalam
radius 3 kilometer dari puncak Gunung Merapi,” paparnya.(dho)