Yogyakarta – PD Tarumartani didorong untuk diberikan kepercayaan
mengelola pemenuhan kebutuhan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan
kewenangan secara penuh yakni dari hulu sampai hilir.
Komisi B DPRD DIY yang diwakili oleh anggotanya Nurcholis
mengatakan PD Tarumartani sampai saat ini memang baru sebatas tempat penitipan
cadangan pangan oleh Pemda DIY, Kabupaten Sleman, dan juga Kota Yogyakarta. Namun
pihaknya terus mendorong supaya dikembangkan lagi dalam hal menyediakan
ketahanan pangan di DIY.
“Bagaimana mengatur distribusi pangan di DIY nanti kami akan
dorong ke sana. Peran Tarumartani semakin banyak, dan kuat dalam menyiapkan
ketahanan pangan di DIY,” kata dia di sela melakukan peninjauan di PD
Tarumartani pada Sabtu (4/7).
Nucholis mengatakan sektor pangan di DIY selama ini masih
ada yang mengambil dari luar daerah. Padahal, menurutnya di Yogyakarta pun
banyak diproduksi dan hasilnya layak untuk dikonsumsi.
Nurcholis menyebut dengan pengelolaan pangan secara mandiri,
maka akan ada banyak manfaat yang ditimbulkan. Seperti ketahanan pangan yang
selalu terpenuhi maupun harga bisa dikontrol. “Jadi bisa melindungi petani
ketika sedang panen raya, karena harga bisa dikontrol,” katanya.
Menurut Nurcholis, selain didorong agar mempunyai kewenangan
pengelolaan dari hulu sampai hilir juga diharapkan ke depan Tarumartani melakukan
pengembangan kerja sama. Terutama dengan perguruan tinggi yang ada di DIY dalam
upaya peningkatan produktivitas petani.
“Misal dalam masalah pembibitan yang kurang baik atau
distribusi pupuknya. Jadi kami harap juga bekerja sama dengan perguruan tinggi,”
kata dia.
Sementara Direktur Utama PD Tarumartani, Nur Ahmad Affandi
mengatakan sejak 2019 lalu pihaknya dipercaya sebagai tempat penitipan cadangan
pangan milik Pemda DIY, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.
Nur Ahmad mengatakan dalam menjalankannya, pihaknya pun
bekerja sama dengan gapoktan yang punya penggilingan di daerah-daerah. Hal ini
dimaksudkan agar ketika bahan pangan itu sewaktu-waktu dibutuhkan bisa secara
cepat didistribuksikan.
“Jadi harus didekatkan dengan kelompok sasaran. Jika
sewaktu-waktu dibutuhkan ketika keadaan darurat seperti untuk operasi pasar
karena harga baik tinggi atau ketika terjadi bencana, bisa langsung disalurkan,”
katanya.
Nur Ahmad mengatakan di tingkat kabupaten ketika membutuhkan
cadangan pangan maka membelinya dari pihak gapoktan. Setelah itu dititipkan ke
Tarumartani. Dari kerja sama itu diketahui hasil beras dari petani masih kurang
maksimal karena permasalahan kebutuhan pupuk dan bibit yang kurang bagus. “Ketika
sudah jadi beras mau dilempar ke pasar, ternyata orang Jogja tidak ngambil
beras asal Jogja,” katanya.
Untuk itu, menurut Nur Ahmad sistem pengelolaan ketahanan
pangan harus dikelola dari hulu sampai hilir. “Bisnis tidak jalan kalau tidak
ada kepastian pasar. Ketika hasil bagus, pasar tidak dikelola dengan baik
akhirnya petani lagi yang jadi korban,” ucapnya.(dho/eks)