Yogyakarta – Pemerintah Daerah (Pemda) baik tingkat provinsi
maupun kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diminta untuk
menjaga akuntabilitasnya dalam pengelolaan keuangan. Terutama dalam refocusing
anggaran di tengah pandemi Covid-19 ini.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DIY Cholid
Mahmud mengatakan dalam hal pengelolaan anggaran ini diperlukan kepekaan dan
kehati-hatian supaya bisa meminimalkan risiko ke depannya.
“Kita berusaha menjaga supaya penyelenggaran pengelolaan
keuangan DIY betul-betul terjaga dari segi akuntabilitas publiknya. Mudah-mudahan
pengananan refocusing anggaran di DIY berjalan baik. Jika DIY tidak punya persoalan
anggaran pascaCovid-19. Bisa cepat dan hati-hati,” kata dia dalam konferensi
pers usai menggelar rapat secara virtual bersama beberapa pimpinan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) DIY pada Selasa, (9/6).
Cholid mengatakan dalam hal refocusing anggaran ini di DIY
dibagi dalam tiga skala prioritas. Yakni bidang kesehatan, Jaring Pengaman Sosial
(JPS), dan dukungan ekonomi. Menurutnya dari tiga hal itu, JPS yang mempunyai
problem besar.
Cholid mengatakan permasalahan di JPS itu terkait dengan
data penerimanya. Menurutnya banyak lembaga yang memberikan bantuan sosial. “Sedangkan
prinsip dalam penganggaran tidak boleh ada overlaping. Sehingga Pemda dari
tingkat provinsi sampai desa harus saling menyisir. Jadi bagi yang sudah dapat bantuan
dari pusat tidak boleh dikasih dari provinsi dan seterusnya,” ucapnya.
Cholid menyebut persoalan dalam data penerima ini misalnya
ketika tingkat bawah baru diminta pendataan, di tingkat pusat telah turun
bantuannya. “Bantuan itu menggunakan data dari 2011 atau 2014. Sehingga Pemda
mengalami banyak kesulitan,” katanya.
Kepala Perwakilan BPKP DIY Slamet Tulus Wahyana yang
mengikuti rapat virtual itu mengatakan refocusing anggaran di DIY ada sekitar
Rp900 Miliar. Terdiri dari JPS sebesar Rp380 Miliar, bidang kesehatan Rp314
Miliar, dan dukungan ekonomi Rp214 Miliar.
Tulus mengatakan sampai saat ini nilai yang dibentuk dalam
tiga fokus ini sebagian tidak dapat terinci dengan jelas kebutuhan untuk apa. Dikatakannya
baru dari bidang kesehatan saja yang terpantau yakni sekitar Rp44 Miliar.
“Kami wanti-wanti
supaya jangan sampai pengeluaran semua di akhir. Karena risiko pengadaan barang
dan jasa adalah kemahalan harga, barang tidak sesuai spek. Kemungkinan juga ada
tumpang tindih dari pusat dan daerah,” ucapnya.(rid/roy)