Yogyakarta – Perusahaan teknologi Grab menghadirkan layanan
GrabBike Protect yang menyediakan perlindungan tambahan bagi mitra pengemudi
dan pelanggan ojek online di sejumlah kota di Indonesia. Layanan ini sekaligus
sebagai langkah menyambut wacana new normal atau kebiasaan baru yang telah
didengungkan oleh pemerintah.
Grab berkomitmen akan melindungi para mitra dan penumpangnya
dengan batas selama bepergian. Sampai saatnya tiba, masyarakat mungkin akan
hidup bertutup masker dan bersahabat dengan hand sanitizer.
Director of 2-Wheels & Logistics, Grab Indonesia, Tyas
Widyastuti mengatakan, pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesadaran terhadap
keamanan dan kebersihan di berbagai industri.
“Keamanan selalu menjadi fokus utama Grab dan melalui
program seperti GrabProtect, kami telah meningkatkan standar kebersihan di
industri ride-hailing. Bersama dengan mitra pengemudi, kami akan mendorong
perilaku bersih yang lebih baik sebelum perjalanan dimulai,” katanya dalam
keterangan tertulisnya yang dikutip pada Rabu (10/6).
Tyas Widyastuti menyebut pekan lalu Grab telah memperkenalkan
GrabProtect, program keamanan dan kebersihan untuk memberikan standar
kebersihan terbaik di industri ride-hailing melalui serangkaian fitur baru,
peningkatan armada GrabCar Protect dan GrabBike Protect, serta pembaharuan aturan
keamanan.
“Dihadirkan juga fitur baru juga mencakup deklarasi
kesehatan online dan kebersihan sekaligus mask selfie. Penumpang dan pengemudi
dapat membatalkan pesanan perjalanan apabila persyaratan masker tidak dipenuhi,”
ucapnya.
GrabBike Protect Sebagai armada khusus pertama di Indonesia dilengkapi dengan partisi plastik sebagai
pemisah untuk meminimalisir kontak antara penumpang dan mitra pengemudi jadi
salah satu langkah konkret untuk yang membantu masyarakat terus beraktivitas di
tengah pandemi. Selain itu, mitra pengemudi Grab juga diberikan masker dan hand
sanitizer sebagai langkah menyambut “kebiasaan baru” di kota-kota besar di
Indonesia. Perlengkapan tambahan ini yang membuat para mitra pengemudi siap
untuk mengejar rezeki lagi di tengah wabah COVID-19 yang dirasakan setiap
daerah di Indonesia.
Bagaimana pengalaman mitra pengemudi di kondisi “new normal”
ini? Begini cerita dua mitra pengemudi GrabBike yang tengah berjuang di kondisi
“new normal” di Semarang dan Yogyakarta berikut.
Adhitya Saputra, Pengemudi di Yogyakarta Dibilang Pakai Baju Gatotkaca
“Kowe iki koyo Gatotkaca.” Sebuah candaan yang saya terima
pertama kali pakai protector yang diberikan Grab. Saya termasuk salah satu
mitra GrabBike di Kota Yogyakarta yang mendapatkan alat pelindung itu pertama
kali. Alat ini dipakai untuk perlindungan saya dari wabah tak terlihat yang
bisa saja saya dapatkan di jalanan. Seminggu pertama memakainya, saya jadi
pusat perhatian di jalanan!
Persiapan “new normal” di Yogyakarta memang sedikit beda
dari kota-kota besar lainnya. Yogyakarta enggak menerapkan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) saat adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Hanya
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM). Ojek online masih diperkenankan
mengangkut penumpang dan beroperasi di jalan-jalan sambil mengais rezeki.
Enaknya pakai pelindung tambahan bukan cuma meningkatkan
perlindungan kesehatan, tapi penumpang yang saya bawa malah sering buka
obrolan. Kadang obrolan basa-basi, kadang juga malah tanya-tanya fungsi
ini-itunya. Saya sih senang-senang saja menjawabnya. Dulu sebelum pakai ini,
beberapa penumpang seringnya jaga jarak pas di motor. Sekarang mereka merasa
lebih aman kalau ngobrol sama saya.
GrabBike Protect ini juga mengingatkan saya untuk menjaga
kecepatan aman saat bawa penumpang. Bentuknya memang sudah aerodinamis sehingga
tetap aman untuk digunakan pada kecepatan berkendara normal sekitar 60-90
km/jam.
Terlebih lagi, saya juga selalu siap masker tambahan, hand
sanitizer, dan lap. Mau ada yang naik, saya semprot tangannya. Pas dia turun,
motor yang saya semprot, begitu juga dengan pelindungnya. Jadi, aman untuk
penumpang berikutnya. Pandemi tidak menghentikan saya untuk terus usaha. Tetap
bekerja dan melayani dengan sepenuh hati.
Budiyono, Menantikan Kesempatan untuk Bisa “Ngalong”
Lagi
Grab menunjuk puluhan mitra pengemudi untuk menjadi relawan
melawan wabah di Semarang. Saya salah satunya. Kami diminta untuk membantu
tenaga medis, mulai dari mengantar mereka dari dan ke rumah sakit, sekaligus
mengantarkan makanan untuk mereka.
Dalam sehari, bisa ada 1.500 boks makan yang diantar untuk
tenaga medis. Saya biasanya bertugas mengantar ke RS Ketileng dan RS Dr.
Kariadi di samping saya juga menerima order seperti biasanya. Setelah selesai
mendistribusikan makanan untuk tenaga medis, saya langsung bersiap untuk
menerima order lain dari aplikasi.
Untuk tetap aman kala membawa penumpang, saya diberikan
GrabBike Protect untuk mengurangi risiko penyebaran virus dari penumpang.
Namun, alat itu bukanlah satu-satunya yang menjaga saya di jalanan. Saya juga
diberikan masker, sarung tangan, hand sanitizer, desinfektan, jas hujan, serta
penutup sepatu jika harus masuk ke dalam rumah sakit.
Kadang, hand sanitizer jadi pembuka obrolan saya dengan
penumpang. “Maaf Pak/Bu/Mas/Mbak, pakai ini dulu ya sebelum naik.” Ada kalanya
saya menawari penumpang masker untuk orang-orang yang enggak pakai. Yap, masih
ada warga Semarang yang seperti itu. Mencoba ramah akan membawa saya dan
penumpang ke dalam obrolan menarik sepanjang perjalanan.
Protector bisa mencegah droplet antara saya dan penumpang.
Namun, ini juga membuat saya harus menaikkan volume suara dan menurunkan
kecepatan supaya obrolan dengan penumpang nyambung. Kalau memang penumpang
minta buru-buru, ya kami simpan obrolan sambil berharap bisa berjumpa lagi lain
hari.
Waktu 24 jam dalam sehari sebisa mungkin saya manfaatkan
dengan baik. Bekerja sekerasnya, beristirahat di antara waktu lengang. Hal ini
semata-mata saya lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Semua
orang punya cita-cita, bukan?
Selain nge-Grab, saya juga pegawai kantoran yang bekerja
mulai dari pukul 08.00 - 16.00. Begitu selesai di kantor, saya melanjutkan
menjalani bisnis pengantaran dengan Grab. Sebelum wabah ini terjadi, saya
melakukannya selama 12 jam, pukul 5 sore hingga pulang pukul 5 pagi.
Semarang kota yang padat dan setiap mitra pengemudi bisa
dapat banyak order setiap harinya. Saya mulai di wilayah pusat kota sampai
tengah malam, lalu melipir ke stasiun pada tengah malam karena mengejar
penumpang dari datangnya kereta di Semarang pada dini hari. Dulu, dalam kurun
waktu 12 jam saya cukup beruntung bisa mendapatkan target pribadi per harinya.
Malah ada kalanya lebih. Lalu, wabah datang dan semuanya berkurang.
Bisa dibilang, saya tidak bisa “ngalong” lagi dan harus
menaati peraturan pemerintah. Tengah malam sudah waktunya untuk pulang. Namun,
saya bersyukur tetap bisa melayani dan mencari rezeki.(rid/eks)