Kabar Jogja - Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (RMI-PBNU) atau Asosiasi Pesantren Indonesia mendesak kepada pemerintah
memberikan dukungan kepada pesantren dalam upaya penerapan status new normal
atau tatanan kehidupan baru. Jika itu tidak dilakukan maka pesantren tetap akan
memberlakukan belajar di rumah bagi santrinya, karena sampai saat ini wabah
Covid-19 masih belum sepenuhnya teratasi.
Ketua RMI-PBNU, H. Abdul Ghofarozzin mengatakan jumlah dan pertumbuhan
kasus terkonfirmasi positif Covid-19 masih tinggi dan mengkhawatirkan.
Persebarannya juga makin meluas. Sementara prasyarat untuk mencegah penularan
Covid-19, terutama jaga jarak (social/physical distancing), semakin sulit diwujudkan.
Keadaan demikian seharusnya membuat pemerintah tetap waspada
dan memastikan aturan seperti PSBB dapat berjalan secara efektif. Namun, justru
yang dirasakan adalah pelonggaran terhadap PSBB dan pemerintah akan segera melaksanakan
New Normal (Kelaziman Baru). “Hal ini sangat berisiko bagi makin luas dan
besarnya persebaran Covid-19 termasuk dalam lembaga pendidikan,” katanya dalam
keterangan tertulisnya pada Sabtu (30/5).
Abdul Ghofarozzin mengatakan pemerintah selama ini juga belum
memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19 terhadap pesantren.
Namun, tiba-tiba pemerintah mendorong agak terlaksana new normal dalam kehidupan
pesantren.
“Hal demikian tentu saja mengkhawatirkan. Alih-alih untuk menyelamatkan
pesantren dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal
justru dapat menjadi klaster baru pandemi Covid-19. Sesuatu yang sepatutnya dihindari,”
ujarnya.
Abdul Ghofarozzin menyebut pelaksanaan new normal di
pesantren tidak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan pemerintah. Dukungan
tersebut di antaranya berupa kebijakan pemerintah yang kongkrit dan berpihak sebagai
wujud keseriusan pemerintah dalam menjaga pesantren dari risiko penyebaran virus
covid 19.
“Selain itu dukungan berupa fasilitas kesehatan untuk pemenuhan
pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan
dan tenaga ahli kesehatan,” ucapnya.
Kemudian juga dukungan sarana dan fasilitas pendidikan meliputi
fasilitas pembelajaran online bagi santri yang belum bisa kembali kepesantren
dan biaya pendidikan (Syahriyah/SPP dan Kitab) bagi santri yang terdampak secara
ekonomi. RMI-PBNU juga menghimbau agar setiap keputusan yang diambil terkait dengan
nasib pesantren harus melibatkan kalangan pesantren.
“Apabila tidak ada kebijakan nyata untuk 3 hal itu maka
RMI-PBNU menyarankan pesantren memperpanjang masa belajar di rumah,” paparnya.(dho/rls)