Yogyakarta, Kabar Jogja – Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menargetkan usai melakukan penataan berbagai depo sampah agar terlihat humanis dan tidak terlalu kotor. Pihaknya menargetkan akan menutup sebanyak 14 depo sampah hingga lebaran besok.
“Kami menargetkan 14 depo besar dapat dikosongkan sebelum Lebaran. Beberapa depo utama seperti Pringgokusuman dan Mandala menjadi prioritas, sementara depo lainnya tidak sebesar itu sehingga cukup aman,” jelasnya saat peresmian tempat pengolahan sampah ITF Bawuran, di Bantul, Selasa (11/3).
Tak hanya dua lokasi tersebut, Hasto menyebut depo di DPRD DIY yang ada di Jalan Perwakilan dan depo sampah di sebelah barat depan Stasiun Lempuyangan juga ditargetkan ditutup.
Di DPRD DIY, keberadaan depo sampah tersebut dinilai sangat mengganggu dan tidak sesuai estetika bangunan gedung yang termasuk dalam kategori cagar budaya.
“Sedangkan di depan Stasiun Lempuyangan, rasanya tidak etis orang baru sampai atau masuk Kota Yogyakarta disuguhi pemandangan sampah. Saat dari 46 depo sampah, sebanyak empat depo sudah kita tutup,” katanya.
Pada Senin (10/3) sore, Walikota Hasto merombak konsep depo yang sebelumnya identik dengan kesan kumuh menjadi kawasan yang lebih tertata, bersih, dan asri. Rebranding depo ini dilakukan dengan penanaman pohon, penyediaan air bersih dan saluran drainase di dalam depo.
Menurutnya penataan ulang depo sampah tidak hanya sebatas pengelolaan sampah, tetapi juga menghadirkan nilai estetika di sekitarnya.
“Energi positif harus diciptakan, depo itu menjadi tempat yang tidak njelei (tidak bagus) ketika ada tanaman, jadinya ada energi positif lebih kuat. Kita bisa merubah tempat sampah yang enak dipandang, dari tempat njelei menjadi enak dipandang,” ucapnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Agus Tri Haryono, mengungkapkan bahwa pemerintah terus berupaya menata ulang depo sampah agar lebih humanis dan edukatif. Salah satu langkah yang dilakukan adalah membuat taman di bagian depan depo serta menutup area depan dengan papan edukasi.
“Kami ingin depo sampah tidak lagi terkesan kumuh. Rebranding ini bertujuan agar depo menjadi lebih ramah lingkungan dan memiliki fungsi edukatif bagi masyarakat,” ujar Agus.
Menurutnya, meskipun depo tetap berfungsi sebagai tempat pengelolaan sampah, namun sampah yang ada di dalamnya merupakan residu yang sudah melalui proses pemilahan sebelumnya.
“Kami sedang berada dalam masa transisi, di mana masyarakat mulai kami ajak untuk tidak membuang sampah langsung ke depo. Ini adalah proses yang membutuhkan waktu dan penyesuaian,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya ini, pemerintah telah mencatat sebanyak 1.011 penggerobak sampah resmi yang terdaftar di Pemerintah Kota Yogyakarta. Masyarakat diharapkan berlangganan sebagai pelanggan layanan transportasi sampah.
“Sekali lagi saya tegaskan saat ini masih proses transisi dan harapannya mulai April sistem ini dapat berjalan optimal sehingga pengelolaan sampah menjadi lebih teratur dan efektif,” tegasnya. (Tio)
Baca juga: