Yogyakarta, Kabar Jogja – Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) Daerah Istimewa Yogyakarta, Syam Arjayanti menyatakan dalam satu bulan terakhir sebanyak 948 ekor sapi terkena wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Disinyalir, wabah PMK ini di bawah sapi-sapi yang didatangkan dari luar daerah.
Data terakhir menyebut Gunungkidul menjadi daerah terbanyak yang sapi-sapinya terkena wabah PMK. Dimana dari total 672 ekor yang terpapar, 30 ekor dilaporkan mati dan 27 ekor harus dipotong paksa untuk mencegah penularan.
Kemudian di Sleman ada 103 kasus, 8 mati dan 4 sembuh. Di Bantul 161 kasus, mati 25 ekor dan dipotong paksa 2 ekor. Di Kulon Progo, 11 ekor terpapar dan satu mati. Sedangkan di Kota Yogyakarta nol kasus.
“Tetertularan sapi-sapi di Yogyakarta oleh wabah PMK berasal dari sapi dari luar daerah. Sehingga saat ini pengawasan lalu lintas ternak diperketat dan jika ditemukan sapi yang tertular saat diperdagangkan, maka pasar akan ditutup 14 hari,” papar Syam saat dihubungi wartawan, Selasa (7/1).
Wabah kali ini berbeda dengan peristiwa 2022 lalu. Melalui penetapan status siaga darurat makan harus dilakukan vaksinasi massal oleh Kementerian Pertanian.
Sehingga dengan kondisi ini, Syam meminta peternak untuk secara mandiri membeli dan melakukan vaksin yang harganya Rp27 ribu. Baginya harga ini sangat murah bila dibandingkan dengan satu ekor sapi yang harganya mencapai jutaan.
Sejak merebaknya kasus ini, DKPP DIY telah memberikan vaksin ke peternak sebanyak 375 ke Gunungkidul, 274 ekor sapi di Bantul, 328 ekor sapi di Gunungkidul, 161 ekor di Kulonprogo dan di UPT Pertanian sebanyak 108 sapi.
“Kami tengah mengusahakan penambahan vaksin melalui bantuan sosial perusahaan. Besok kita agendakan rapat dengan Dinas KPP kabupaten/kota untuk membicarakan pembentukan satuan tugas penanganan wabah PMK,” lanjut Syam.
Selain itu, peternak juga diminta melakukan mitigasi risiko dengan meningkatkan stamina ternak seperti asupan makanan, vitamin, dan kebersihan kandang. Terlebih saat ini musim hujan, terkadang ada kandang yang kotor.
Di Bantul, Sekretaris Komisi B DPRD Bantul Dodi Purnomo Jati meminta pemkab untuk segera menetapkan status KLB sehingga segera mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat untuk mendapatkan penanganan optimal.
“KLB harus segera ditetapkan agar tidak semakin merugikan peternak. Akibat wabah PMK banyak peternak menjual sapi-sapinya di murah kepada pedagang,” katanya.
Kepala DKPP Bantul, Joko Waluyo menyebut sapi-sapi yang terkena wabah PMK tersebar di kecamatan Kretek, Bambanglipuro, dan Pundong. Pihaknya akan menentukan penetapan status KLB melihat kondisi terakhir dua hari kedepan.
“Kami juga tengah meminta kepastian mengenai ganti rugi bagi peternak yang sapinya mati akibat PMK. Sampai saat ini belum ada kejelasan apakah ada ganti rugi atau tidak. Kami sangat berharap, peternak jangan menjual murah sapinya,” terangnya.
Sebagai bentuk solidaritas, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada telah menerjunkan satgas penanggulangan PMK khususnya ke daerah yang terpapar parah yaitu Gunungkidul.
Dekan Fapet, Budi Guntoro menyatakan satgas ini akan menerapkan tindakan biosekuriti untuk mencegah penularan penyakit atau kontaminasi ke dalam atau keluar dari suatu tempat.
“Kita akan fokus melindungi ternak dari virus sejak dini. Keamanan ternak maupun manusia dan lingkungan menjadi prioritas,” tutupnya. (Set)