Bantul, Kabar Jogja – Program pendampingan oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) sejak 2023 di kalangan petani Serai Wangi di Dusun Kebosungu I, Desa Dlingo, Dlingo, Bantul berhasil meraih hasil positif.
Selasa (12/11) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan izin pada petani untuk memproduksi sabun batang herbal Serai Wangi yang diminati industri perhotelan.
Dalam sambutannya, Sekretaris Pengurus YDBA, Ema Poedjiwati Prasetio menyebut keberhasilan ini tidak lepas dari kolaborasi yang dilakukan pihaknya dengan akademisi dari Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang (Polbangtan YoMa).
“Ada sebanyak 19 petani yang kita dampingi dan mendapatkan program pembinaan. Mereka tergabung dalam pusat penyulingan yang dikelola Shafaluna Atsiri,” katanya.
Selama pendampingan, YDBA sepenuhnya fokus pada tiga hal utama dalam pembudidayaan komoditas Serai Wangi yang ditanam di lahan-lahan kritis yaitu pembuatan pupuk organik, pembudidayaan optimal dan pengolahan pasca panen.
“Kami bersyukur dan bangga atas pencapaian positif yang terus ditunjukkan para petani binaan kami, mulai dari adanya perizinan usaha untuk produk turunan sabun serai wangi,” paparnya.
Kemudian ada juga program pelatihan pemasaran yang dilakukan secara online hingga penerapan teknik budidaya serai wangi sesuai standar hasil pembinaan kolaborasi YDBA bersama Polbangtan YoMa.
Melalui kerjasama dan kolaborasi yang dilanjutkan, tahun depan Ema menyatakan pihaknya akan menambah program penanggulangan hama dan penyakit tanaman.
“Kita juga berharap Polbangtan YoMa mampu memuliakan bibit Serai Wangi dan mitigasi budidaya di tengah ancaman iklim,” ucapnya.
Baginya setelah mendapatkan pendampingan, dirinya meminta rekan-rekan petani untuk terus berkomitmen pada program yang disepakati. Dirinya meminta petani Serai Wangi seperti pisau yang harus terus diasah ini agar mereka bisa berkembang menjadi UMKM yang maju dan berkelanjutan dalam menjalankan bisnisnya.
“Hal tersebut bisa dengan mudah tercapai apabila dilakukan bersama-sama atau berkolaborasi,” terangnya.
Serai Wangi sebelumnya petani Kebosungu I dikembangkan sejak Februari 2020. Penanaman komoditas Serai Wangi saat itu mencangkup lahan seluas 16 hektar, sekarang meluas hingga 46 hektar.
“Serai Wangi dipilih karena tanaman ini cocok dikembangkan di kawasan perbukitan batu yang tersebar di sini dibandingkan Palawija. Luasan lahan tersebar dari Bantul timur hingga Gunungkidul sisi utara,” kata penggerak penanaman Sunaryanto.
Melalui koperasi ‘Shafaluna Atsiri, panen Serai Wangi disuling menjadi minyak Atsiri. Per bulan, mampu menyuling 10-17 ton daun Serai Wangi per bulan yang rata-rata menghasilkan minyak Atsiri 115 liter. Minyak ini kemudian dijual secara curah dengan harga Rp200 ribu per liter.
“Sinergi dengan YDBA tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas Serai Wangi namun juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ijin pembuatan sabun ini semakin memperluas pasar produk minyak Atsiri yang kami hasilkan,” terangnya.
Direktur CV Mahesosingat Giri Rempah, Setiyono menyatakan pengurusan izin ini bermula dari permintaan sabun herbal Serai Wangi dari industri perhotelan. Belum adanya izin menjadikan permintaan ini tertunda.
“Turunnya izin menjadikan kami semakin percaya diri. Meskipun belum tahu berapa kapasitas produksinya, saya optimis produk sabun herbal Serai Wangi diminati pasar,” terangnya.
Izin produksi ini disebutnya menjadi penanda utama bahwa produk yang dihasilkan pihaknya sudah sesuai standar yang dituntut pemerintah. Kemudian memiliki daya saing pasar karena sudah terdaftar dan tentunya aman dikonsumsi konsumen. (Set)