Sleman, Kabar Jogja - Tergabung dalam ‘Paguyuban Wong Cilik Sleman’, beberapa warga Sleman berkeluh kesah kondisinya dan berharap Pilkada Serentak 2024 nanti melahirkan pemimpin baru yang lebih peduli serta membawa perubahan.
Sesuai menyatakan sikapnya pada Rabu (30/10) sore, mewakili petani perempuan Susilowati menyatakan pemerintah Sleman banyak mengabaikan kehidupan petani. Salah satunya banyak petani yang tidak mendapatkan akses pada irigasi.
Susi mengaku memiliki lahan pertanian di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem yang saat ini ditanami komoditas Lombok. Bersama dengan belasan petani perempuan, Susi mengaku menghidupi lahan sebagai mata pencaharian utama.
“Kami belum merasakan sama sekali manfaat irigasi pemerintah. Selama ini kita menggunakan air sumur, dan terkadang harus membawa air dari rumah untuk menyirami tanaman lombok agar tidak mati,” terangnya.
Selain irigasi, Susi mewakili rekan-rekannya juga mengeluhkan mengenai sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Tak hanya itu, akses pada sarana prasarana pertanian yang merupakan bantuan pemerintah daerah juga tidak dimiliki karena lebih banyak dikuasai beberapa orang petinggi di kelompok tani.
Namun menurut Susi yang lebih menjengkelkan lagi ada keberadaan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Sleman yang dinilainya lebih sering mendekatkan diri kepada para tokoh-tokoh pertanian setempat. Baginya mereka tidak mau turun menemui dan mendampingi para petani kecil.
“Padahal petani-petani kecil ini yang lebih banyak mendapatkan masalah dan membutuhkan bantuan solusi untuk memecahkan masalahnya,” katanya.
Melalui pernyataan sikapnya, Susi percaya setiap warga negara, termasuk wong cilik seperti dirinya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan kesempatan yang setara.
“Praktik politik kekeluargaan menciptakan ketimpangan yang semakin lebar antara yang kaya dan yang miskin. Kami menuntut agar sistem politik kita lebih inklusif dan tidak hanya dikuasai satu kelompok,” terangnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan perwakilan pedagang di Pasar Pakem, Subardi yang mengeluhkan tidak tertatanya kalangan pedagang sehingga terpencar-pencar dan menimbulkan perpecahan karena persaingan dagang yang tak wajar.
“Setiap hari pasaran, pedagang meluber di terminal utara pasar dan sekitarnya. Ini berdampak pada sepinya pembeli pada pedagang di dalam pasar. Kita inginkan penataan dan pedagang dikumpulkan satu tempat, tidak usah terlalu wah asalkan semua jadi satu,” ujarnya.
Baginya, melalui ‘Paguyuban Wong Cilik Sleman’, dirinya bisa mengekspresikan dirinya yang membutuhkan pemimpin yang benar-benar memahami permasalahan rakyat kecil.
“Kami menginginkan pemimpin yang dekat dengan rakyat, yang mau mendengarkan aspirasi kami, dan yang berkomitmen untuk mencari solusi atas permasalahan yang kami hadapi. Kami ingin pemimpin yang memiliki semangat gotong royong dan mampu membangun kerja sama yang baik dengan seluruh lapisan masyarakat,” tutupnya. (Tio)