Bantul, Kabar Jogja – Pemerintah Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul telah menyiapkan lahan tanah kas desa seluas seribu meter persegi yang tersebar di beberapa titik untuk pembudidayaan Cacing Sutra. Komoditas pakan ikan ini sejak akhir tahun lalu berhasil dikembangkan oleh satu peternak Ikan Lele asal Gadingsari.
Kepala Desa Gadingsari, Widodo mengatakan saat ini pengembangbiakan Cacing Sutra masih difokuskan di lahan seluas 560 meter persegi milik pencetus Ari Wibowo di Dusun Sorobayan RT I.
“Budidaya Cacing Sutra ini berawal dari sulitnya mendapatkan komoditas ini sebagai pakan utama usaha pembibitan ikan lele. Saat itu kiriman dari Jakarta dan Jawa Barat selalu tersendat sehingga muncul ide untuk membudidaya sendiri,” kata Widodo kepada wartawan yang berkunjung, Rabu (30/10).
Dimulai sejak akhir Desember 2023, usaha Ari bersama kelompoknya ‘Mina Remboko’ terlihat mulai membuahkan hasil. Dengan panen per hari mencapai 10 liter per hari ternyata belum mampu memenuhi permintaan dari mitra perikanan dari beberapa wilayah di Bantul, Kulon Progo dan beberapa dari Purworejo.
Cacing Sutra ini menurutnya selain sebagai pakan utama ternak Lele, juga dimanfaatkan sebagai pakan utama bagi Ikan Nila, Gurami maupun berbagai ikan hias. “Satu liter Cacing Sutra yang panen di sini dijual seharga Rp40 ribu,” ujarnya.
Melihat tingginya daya jual Cacing Sutra, Widodo mengatakan sesuai dengan usulan masyarakat. Pemdes Gadingsari akan menjadikan budidaya Cacing Sutra menjadi komoditas utama yang dikembangkan sebagai produk utama desa.
Selain sudah menganggarkan Dana Desa, untuk penyediaan sarana prasarana dan pelatihan bagi pemuda. Pemdes Gadingsari telah menyiapkan lahan kas desa yang selama ini terbengkalai seluas seribu hektar yang tersebar di beberapa titik.
“Cara olah lahannya mudah. Kita gunakan area persawahan yang tidak optimal untuk ditanami padi, taburi bibit, penuhi pakan dan panen. Hasil panenan setiap bulannya melebihi dari menanam padi,” kata Widodo.
Ari Wibowo sebagai inisiator budidaya Cacing Sutra bercerita sejak tabur bibit pertama kali pada akhir Desember tahun lalu. Pada Maret, tepatnya tiga bulan setelahnya, barulah bisa dipanen.
“Saya beli bibit per liternya Rp35 ribu. Untuk satu kotak area budidaya, saya menuangkan dua liter bibit Cacing Sutra. Saya memiliki sepuluh kotak pengembangbiakan dan tidak pernah saya tambahi bibit lagi,” katanya.
Lambat di awal, namun dua bulan terakhir Ari mengaku panen Cacing Sutra sudah stabil dengan rata-rata panenan 10 liter. Saat ini, pendapatan kotor yang diperoleh dari penjualan panenan Cacing Sutra setiap bulannya menembus Rp10-11 juta.
Sejak fokus pada budidaya Cacing Sutra, Ari mengaku setiap malam belajar untuk mengenali hambatan dan kendala. Dirinya menyatakan, kendala utamanya adalah turun hujan pada malam hari. Timnya harus segera membuang air yang mengenang agar Cacing Sutra tidak keluar dari kotak budidaya.
“Cara panennya, kita ambil cacing beserta lumpurnya kemudian kita letakkan di ember selama 3-4 jam hingga terurai dan barulah kita pisahkan,” ujarnya.
Terkait dengan rencana Pemdes Gadingsari yang ingin memperluas budidaya Cacing Sutra, Ari mengaku siap membantu. Pasalnya saat ini permintaan dari mitra belum semuanya bisa dipenuhinya. Sehingga dengan semakin banyak peternak, maka semakin besar nilai ekonomi yang didapat. (Tio)