Bantul, Kabar Jogja – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bantul terus memperluas sosialisasi program ‘Pengawasan Partisipatif’ pelaksanaan Pilkada Serentak Bantul 2024. Pemuda diharapkan menjadi bagian program karena dinilai lebih efektif dalam pencegahan pelanggaran.
Melalui ‘Sosialisasi Pengawasan Partisipatif, Peran Pemuda Dalam Pengawasan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bantul Tahun 2024’, Bawaslu mengundang 65 pemuda dari berbagai organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan organisasi mahasiswa, Selasa (22/10).
Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bantul, Dewi Nurhasanah menyatakan pihaknya berharap keterlibatan pemuda dalam pengawasan partisipatif agar bisa maksimal.
“Seperti yang kita ketahui, pengawasan secara menyeluruh oleh Bawaslu terkendala terbatas dan tidak bisa dilakukan sendirian. Sehingga dibutuhkan kolaborasi dengan masyarakat Bantul yang lebih luas,” jelasnya.
Dipaparkan dalam berbagai tahapan Pilkada Serentak Bantul, Bawaslu telah memetakan empat kerawanan yang memiliki potensi besar terjadi yaitu konflik antar pendukung pasangan calon, praktik politik uang, pemungutan suara ulang (PSU) dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dengan bergabungnya pemuda dalam pengawasan partisipatif, Bawaslu berharap mereka akan mampu mengedukasi masyarakat agar lebih memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
“Ini sebagai upaya bersama mewujudkan bersama Pilkada Serentak yang kondusif, berintegritas. Keterlibatan pemuda, segala potensi kerawanan yang terjadi di setiap tahapan bisa ditekan,” katanya.
Dewi menegaskan dibandingkan dengan generasi sebelumnya, para pemuda sekarang memiliki usia yang lebih produktif dan lebih aktif serta masif di berbagai gerakan sosial. Terlebih lagi gerakan pemuda di Bantul semakin membaik dan menjadi peluang untuk menjalin kemitraan pengawasan.
Berkaca pada pelaksanaan Pemilu Februari lalu, Dewi bercerita banyak laporan yang masuk namun mereka tidak berani untuk disampaikan nama maupun menjadi saksi pelaporan.
Saat ini dengan idealisme mereka, para pemuda yang ini dinilai lebih berani, tidak mudah terintimidasi, dipersekusi, lebih paham dan lebih teliti aspek hukum.
“Nalar pemusa sekarang ini lebih kuat dan mampu menalar dengan logika berbagai informasi yang diterima dibanding mereka yang telah berusia diatas 50 tahun dengan literasi rendah dan kemampuan nalarnya berkurang. Edukasi pemilu lewat pemuda akan lebih efektif,” tutup Dewi. (Tio)