Sleman, Kabar Jogja - Penggunaan perwalian dengan menggunakan nama orang lain yang bukan saudara atau kerabat dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi temuan kecurangan di tingkat SMAN di Kota Yogyakarta tahun ini.
Modus ini digunakan untuk mengakali dilarangnya titipan nama anak dalam Kartu Keluarga (KK) di keluarga yang tinggal dekat sekolah tujuan.
Dugaan ini ditemukan Tim Pemantau PPDB Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY). Dari banyaknya laporan yang masuk, ORI mencatat 38 dugaan kecurangan yang perlu diperhatikan.
“Namun kasus perwalian yang terjadi di salah satu sekolah yang kami cermati dan dalami lebih lanjut. Kami menilai ini modus baru dalam PPDB, setelah dilarangnya penitipan anak, seperti yang terjadi tahun lalu,” kata Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri, Rabu (3/7/2024) siang di kantornya.
Dalam prakteknya, orang tua anak tinggal di Jalan Kaliurang, Sleman menitipkan anaknya di keluarga yang berada di daerah Kota Yogyakarta.
Di KK keluarga yang tidak pernah tinggal disana, kepala keluarga diakui sebagai wali sang anak dengan diperkuat melalui akta notaris. Karena alamat rumah masuk dalam zona radius, sang anak pun diterima sebagai siswa dan diumumkan pada Jumat (28/6/2024) lalu.
“Dalam juklak dan juknis, anak yang dititipkan ke KK lain harus memiliki hubungan anak atau cucu dan minimal tergabung setahun terakhir dari proses pendaftaran,” kata Budhi.
Merujuk UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perwalian anak bisa terwujud jika anak ditinggal meninggal kedua orang tua, korban perceraian, dan surat perwalian harus dikeluarkan pengadilan. Di lapangan, jika diwalikan maka anak harus tinggal dan dihidupi oleh walinya.
“Ini tidak, saat kita crosscheck ke alamat ternyata rumah dalam kondisi kosong dan dibenarkan oleh ketua RT. Barulah saat kita kunjungi ulang, sesuai jadwal verifikasi faktual sang anak ada di rumah ditemani kedua orang tuanya. Temuan ini juga mengindikasikan kecermatan panitia PPDB,” ungkapnya.
ORI mendorong, jika kecurangan terbukti, diterimanya anak tersebut di sebuah SMA negei di Kota Yogyakarta maka harus dianulir sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Sehingga memberi kesempatan untuk mencari sekolah lain.
Koordinator Tim Pemantau PPDB ORI DIY Chasidin menyatakan tahun ini kasus titip anak dalam KK seperti yang marak pada tahun lalu tidak terjadi. Termasuk titip anak dari pimpinan militer ke keluarga anak buahnya yang tinggal dekat sekolah tujuan.
“Sebagian besar terkait dengan penahanan ijazah karena anak didik belum menyelesaikan biaya administrasi dan mengganggu proses pendaftaran ke SMA,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Didik Wardaya mengaku belum mendapatkan laporan mengenai temuan ini. Namun pihaknya akan segera mendalami dengan berkoordinasi dengan panitia PPDB sekolah yang dimaksud.
“Soal rekomendasi anulir dari ORI DIY, kami perlu mendalami permasalahan seperti apa. Karena di juklak dan juknis sudah diatur soal perwalian, apakah ini ada yang dilanggar apa tidak,” jelasnya. (Tio)