Sleman, Kabar Jogja – Koalisi Tembakau Indonesia menyebut perayaan Hari Tanpa Tembakau Indonesia (HTTS) bakal mempengaruhi kekayaan kebudayaan Indonesia yang berdaulat. Pemerintah diminta tidak menerapkan kebijakan simplifikasi tier dan kenaikan tarif untuk melindungi pelaku di industri olahan tembakau.
Mahendra Adyatama, juru bicara Aktivis Koalisi Tembakau Indonesia, mengatakan ekosistem industri pertembakauan tidak sekompleks dan holistik di Indonesia. Salah satunya industri gula, dimana produk ini juga memiliki dampak negatif. Namun tidak ada inisiatif dari pihak manapun untuk membentuk hari anti gula sedunia.
“HTTS merupakan penamaan yang sering dikaitkan dengan tekanan asing yang mempengaruhi kekayaan kebudayaan Indonesia yang berdaulat,” katanya dalam rilis Sabtu (1/6).
Sedangkan di luar, Mahendra menyatakan ekosistem industri pertembakauan tidak sekompleks dan holistik di Indonesia
Koalisi juga menyoroti rencana pemerintah yang akan meluncurkan kebijakan Kerangka Ekonomi Makro - Pokok Pokok Kebijakan Fiskal 2025 (KEM PPKF) yang merencanakan simplifikasi Golongan Tier Tembakau dan penyesuaian tarif rokok.
“Data primer menunjukkan tren negatif terkait produksi rokok dan penurunan prevalensi perokok di bawah umur. Hal ini menunjukkan kebijakan fiskal dan non-fiskal saat ini sudah cukup mengawasi dan mengendalikan industri rokok,” terangnya.
Namun, jika melihat isinya, Koalisi Tembakau Indonesia melihat upaya simplifikasi pada KEM PPKF 2025 dianggap sebagai titipan oknum tertentu yang hanya menguntungkan mereka dan kroninya.
“Jika ini diterapkan, maka pemerintah sama saja seperti membunuh pabrikan menengah kecil karena kenaikan tarif cukai dan berdampak pada serapan tembakau lokal,” tegasnya.
Tak hanya itu, data menunjukkan rokok ilegal terus meningkat setiap tahunnya akibat kenaikan cukai yang tinggi. Kebijakan non-fiskal seperti PP 109/2012 sudah cukup ketat dan akomodatif, bahkan lebih ketat dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). (Tio)