Sleman, Kabar Jogja – Bekerjasama dengan KDM Cinema, PilahPilih.id menggelar pemutaran film pendek dan diskusi mengenai isu lingkungan dan Pemilu 2024, Sabtu (10/2) malam.
Bersama sineas muda, film-film pendek ini bertujuan mendorong pemilih muda menggunakan hak pilihnya dengan bijak. Termasuk dengan memilih pemimpin yang memprioritaskan isu iklim dalam visi misi dan rencana kerja mereka.
Co-inisiator pilahpilih.id, Michelle Winowatan, dalam rilis Minggu (11/2) isu lingkungan menjadi terus disuarakan anak muda di momen jelang Pemilu. Ini sejalan dengan hasil survei pilahpilih.id yang mengungkap 9 dari 10 pemilih muda khawatir dengan isu lingkungan.
“Anak muda, 20 - 30 tahun ke depan akan berhadapan dengan berbagai bencana dan akibat lainnya kalau krisis iklim ini tidak ditangani. Karenanya mengapa isu iklim dan lingkungan harus menjadi isu prioritas pemilih muda diantara agenda-agenda politik yang berkompetisi satu dengan yang lain,” jelasnya.
Direktur Eksekutif KDM Cinema dan inisiator Youth Screen, Suluh Pamuji mengatakan event kelima kalinya digelar. Program ini dimaksudkan mendekatkan film pendek dengan pemilih muda khususnya setingkat SMA/SMK dan sederajat.
“Sehingga mereka bisa mendapatkan akses tontonan yang muatannya mengandung pendidikan, hiburan, dan memantik daya kritis mereka,” terangnya.
Sehubungan dengan di awal 2024 adalah Pemilu, maka program ini dipertajam agar lebih kontekstual. Di volume lima ini isu lingkungan menjadi penting karena di setiap daerah itu punya masalahnya sendiri-sendiri.
Sebanyak dua film pendek yang diputar pada sesi ini adalah Laut Masih Memakan Daratan dan Bersama Membangun Negeri. Film pertama bercerita tentang perjalanan seorang anak muda ke kampung halamannya di Demak, Jawa Tengah yang sudah tenggelam ditelan banjir rob.
Sementara film kedua bercerita tentang aksi kampanye seorang calon legislatif dengan memanfaatkan seorang janda di sebuah daerah terpinggirkan di tengah ibukota.
Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, Sana Ullaili saat diskusi mengatakan dalam memilih calon pemimpin, anak muda perlu memastikan sistem yang ada di belakang masing-masing calon.
Sehingga tidak terjebak hanya pada gimmick dan pada satu sosok tertentu. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya untuk tetap fokus dan konsisten menyuarakan isu-isu lingkungan ini setelah pemilu.
“Kalau menempatkan isu lingkungan sebagai collective demand sangat mungkin dalam 2-5 tahun yang akan datang kita bisa membatalkan semua regulasi yang mengeksploitasi alam, tapi kita butuh kekuatan masyarakat atau people power. Sama-sama kita kritisi, melihat rekam jejak mereka, dan siapapun yang menang kita harus kawal dengan menjadi warga yang kritis,” ujarnya.
Dosen Fisipol UGM, Abdul Gaffar Karim menyebut Pemilu 2024 merupakan ajang bagi 230.000 kandidat memperebutkan 23.000 kursi dan meminta mandat dari rakyat. Sehingga yang harus dilakukan setelah mereka terpilih adalah dengan mengawasi mereka.
“Mentalitas kita selama ini sangat buruk karena kita sibuk membela mereka, apapun kritik yang disampaikan itu dibela. Itu salah, mereka yang diberi mandat sudah diberi gaji dan fasilitas, bukan dibela seharusnya tetapi diawasi,” kata Gaffar.
Menurutnya, 14 Februari merupakan puncak demokrasi elektoral bangsa Indonesia di tahun ini, namun ada pekerjaan rumah lain yaitu untuk mengawasi kekuasaan siapapun yang memperoleh mandat kekuasaan berdasarkan hasil pemilu.
“Demokrasi bisa tanpa pemilu tapi tidak bisa tanpa pengawasan dari rakyat,” papar Gaffar.
Pilahpilih.id adalah inisiatif yang melakukan survei daring dan kegiatan forum diskusi lintas sektor di beberapa kota seperti Malang, Semarang, Jogjakarta, Purwokerto dan Siak.
Tujuan inisiatif ini adalah untuk menangkap suara keresahan anak muda tentang permasalahan iklim di akar rumput sehingga dapat terdengar dan mendapatkan perhatian dari para kandidat calon presiden, wakil presiden hingga calon legislatif di tingkat pusat maupun daerah pada momen Pemilu 2024. (Tio)