Kabar Jogja - Sejak ditetapkan sebagai Desa Mandiri Budaya pada 2021, Desa Panggungharjo menyelenggarakan berbagai dialog terkait pengembangan empat unsurnya, yaitu sebagai Desa Wisata, Desa Prima dan Desa Preneur.
Terakhir, diadakan sarasehan budaya bertajuk Tata Kelola dan Jaringan Kebudayaan pada Rabu (17/05) di Balai Budaya Karang Kitri Kalurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menyatakan bahwa Panggungharjo merupakan desa yang kaya dengan potensi budaya.
Oleh sebab itu, perlu ditentukan mana kawasan inti dan mana kawasan pendukung. Lebih penting lagi, menurutnya, potensi itu harus dibangun berdasarkan filosofinya.
“Panggung Krapyak menjadi potensi utama karena letaknya di ujung Sumbu Filosofi. Terlebih saat ini dalam proses pengajuan ke Unesco sebagai warisan budaya dunia. Kami harap pembangunannya tidak menimbulkan konflik dan harus mempertimbangkan filosofi manunggaling kawulo Gusti. Apa yang dirancang oleh Pemda sepatutnya sejalan dengan kehendak masyarakat sekitar. Jangan asal memutuskan sendiri. Masyarakat justru harus dilibatkan dalam perencanaan dan selanjutnya dalam pengelolaan kawasan,” ujar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari D.I. Yogyakarta tersebut.
Dalam pengelolaan kawasan nantinya, pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut, menyatakan perlunya dukungan fasilitas pariwisata.
Di antaranya ketersediaan lahan parkir, ruang media informasi, jualan souvenir, tempat istirahat, warung makan, bahkan mungkin penginapannya
Lebih lanjutnya, Gus Hilmy menyebutkan beberapa potensi penting lainnya di Kalurahan Panggungharjo, seperti lembaga pendidikan sebagai subjek kebudayaan. Potensi ini juga harus dilibatkan dalam pengembangan Desa Mandiri Budaya.
“Aset lain dari Panggungharjo adalah Pondok Pesantren Krapyak dan Institute Seni Indonesia. Dua lembaga subjek kebudayaan ini, selain sebagai pembentuk karakter sosial masyarakat, juga mampu menghidupkan pemberdayaan ekonomi warga,” jelas salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut.
Menilik sejarahnya, pria yang merupakan putra asli Panggungharjo tersebut menyatakan bahwa Kalurahan Panggungharjo merupakan wilayah yang gemah ripah loh jinawi.
Di antaranya karena kondisi yang aman, tenteram, luasan wilayah yang cukup, agraris, tidak pernah terjadi konflik agama, etnis maupun kesukuan.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut adalah Ketua Jurusan Tata Kelola Seni ISI Yogyakarta Dr. Mikke Susanto, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat ISI Yogyakarta Dr. Akhmad Nizam, dan Direktur Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya (AKSBN) Dr. Supadma.
Mikke menyatakan pentingnya desa berorientasi pada skala kolaborasi dengan lembaga supra desa dengan pemerintah daerah, seperti Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat bahkan dapat berorientasi pada skala dunia internasional.
“Ketika orientasi skala sudah diukur, saatnya Desa Panggungharjo dapat didorong untuk menjadi penyumbang kebudayaan global. Bahwa aset budaya lokal Panggungharjo tidak hanya menjadi aset Panggungharjo saja, tetapi harus dapat dikembangkan menjadi aset nasional (Indonesia) bahkan menjadi aset dunia, seperti Panggung Krapyak,” kata pria yang juga seorang kurator seni rupa tersebut.
Dari aset budaya yang dimiliki Panggungharjo, Supadma berharap dapat dimaksimalkan. Di sisi lain, pengembangan kebudayaan harus disesuaikan dengan basis sosialnya. Sementara Nizam menekankan pentingnya ketahanan budaya dalam menghadapi urbanisasi di desa yang cenderung materialistik. (rls)