Bantul, Kabar Jogja – Komunitas sandiwara berbahasa Jawa ‘Sedhut Senut’ bakal menggelar sebuah festival besar dengan konsep berkunjung ke desa-desa pada September nanti. Festival sandiwara berbahasa Jawa bertajuk ‘Milangkori Festival’ akan berlangsung dari desa ke desa.
Komunitas Sedhut Senut yang ada di Dusun Karangjati, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul ini merupakan salah satu penerima dana hibah kebudayaan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) lewat program Dana Indonesiana.
“Dari dana hibah ini kami berupaya membuat program yang bertujuan menghidupkan kembali kesenian sandiwara berbahasa Jawa yang punah di pada 1970-an,” kata Ketua Kelompok Sedhut Senut Fajar Murdiyanto, Kamis (4/5).
Berbeda dengan kesenian lainnya, sandiwara bahasa Jawa merupakan satu tradisi yang eksistensinya semakin redup di masyarakat berbahasa Jawa. Kesenian ini kalah pamor dengan ketoprak, wayang, serta jatilan yang rutin dipertunjukan.
Kelompok Sedhut Senut sendiri berdiri pada 1996 dengan nama pertama, Sego Gurih. Ini merupakan komunitas anak-anak dari jurusan teater SMK 1 Kasihan Bantul.
Mei 2017 Komunitas Sego Gurih merubah namanya menjadi Kelompok Sedhut Senut karena ingin mengusung gagasan baru tentang penggunaan tonil sebagai medium dekoratif dalam setiap pertunjukannya.
Berjalan sejak akhir Februari lalu, gerakan ini dengan melakukan kajian mendalam terkait sejarah sandiwara berbahasa Jawa. Dari sini kemudian disusun berbagai model pelatihan yang kemudian disebarluaskan melalui sarasehan-sarasehan di berbagai tempat.
Salah satu sarasehan yang digelar bertajuk ‘Posisi dan Eksistensi Sandiwara Berbahasa Jawa dan Gaya Pertunjukan Kelompok Sedhut Senut’ pada Rabu. Program selanjutnya adalah pendampingan bagi peminat sandiwara berbahasa Jawa yang akan digulirkan mulai Juni.
Dari sarasehan ini, Sakijo, panggilan akrab Fajar menyebut ada titik tentang konsep yang akan diusung mengenalkan serta mensosialisasikan teater berbahasa jawa di masyarakat. Menurutnya, konsep penting yang disepakati adalah membebaskan peminat kesenian ini mengkreasikan ide, tema, pemain sampai lokasi pementasan.
“Kami tidak ingin membatasi kreasi yang mereka. Kami bebaskan kreasi mereka tanpa pakem seperti ketoprak maupun wayang,” jelasnya.
Sebagai akhir dari program ini, komunitas yang dulu bernama Sego Gurih, akan menyelenggarakan sebuah festival sandiwara berbahasa Jawa ‘Milangkori Festival’ pada September tahun ini. Ditargetkan delapan kelompok akan ikut serta.
Dalam festival tersebut, Sakijo mengaku, pihaknya mengusung tema besar tentang jelajah desa. Namun untuk tema-nya nanti akan diserahkan kepada desa-desa yang menjadi peserta. Bisa mengangkat tema tentang isu sosial di masyarakat, kehidupan sehari-hari, bahkan dinamika politik.
"Untuk tema nya nanti kami bebaskan, namun yang biasa ditampilkan dalam sandiwara berbahasa Jawa itu tema realis. Seperti tentang realita masyarakat sehari-hari," kata Sakijo.
Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan Bantul, Tri Jaka Suhartaka mengakui pihaknya belum pernah menggelar festival sandiwara berbahasa Jawa karena anggaran terbatas.
“Namun, untuk lokakarya sandiwara berbahasa Jawa pernah kami lakukan di Kalurahan Gilangharjo pada 2019 lalu,” katanya.
Karena sandiwara berbahasa Jawa masih belum familiar di masyarakat, pihaknya mendukung kegiatan tersebut digelar oleh kelompok seni. Sehingga kegiatan yang dilakukan komunitas Sedhut Senut dinilai mampu menghidupkan sandiwara bahasa Jawa agar tidak ditinggalkan generasi muda. (Tio)