Sleman, Kabar Jogja – Keputusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang meminta pemerintah menunda penyelenggaraan Pemilu tahun depan dinilai telah menghancurkan kekuasaan eksekutif dan legislatif sekaligus.
Pandangan ini disampaikan koordinator ‘Freedom 1987 Law Firm’, Zaki Sierrad. Melalui rilis kepada KabarJogja.id, Minggu (5/3) Zaki menyatakan jika keputusan tersebut tidak dilakukan banding maka konstitusi negara ini berubah.
“Jika 14 hari dari waktu yang diatur dalam hukum acara perdata, KPU tidak menyatakan banding secara resmi. Maka Indonesia beralih menjadi negara yang menganut Kedaulatan Tuhan (Gods-souvereiniteit),” tulisnya.
Menurutnya hal ini terjadi karena sebagai suara Tuhan, suara rakyat sudah tidak diberikan ruang, waktu dan dibungkam. Pasalnya rutinitas Pemilu, lima tahun sekali digagalkan Wakil Tuhan melalui putusannya.
Jika sampai ini terjadi, maka kekuasaan negara dikendalikan oleh hakim-hakim yang ada di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Yang merupakan sebagai wakil-wakil Tuhan.
Sehingga hukum yang harus ditaati adalah hukum Tuhan yang dimana diwakili oleh para hakim yang memegang serta melaksanakan kedaulatan di dunia.
“Putusan Hakim sudah berubah menjadi kehendak Tuhan. Hakim tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali kepada Tuhan,” tegasnya.
Munculnya putusan yang final dan mengikat, menurut Zaki telah mematikan kedaulatan rakyat. Para hakim telah melanggengkan kekuasaan Tuhan dengan menghancurkan kekuasaan negara yang konstitusi.
Tidak hanya itu, Zaki menyatakan amar putusan tersebut akan menimbulkan akibat dahsyat di sektor kekuasan eksekutif dan legislatif, yaitu akan terjadi kekosongan kekuasaan.
Pemerintah daerah kosong, tidak ada kekuasaan yang mengaturnya. DPRD Kota, Kabupaten dan Provinsi tidak ada penghuninya karena masa jabatan telah berakhir.
Di tingkat pusat, Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah berakhir masa jabatannya, begitu pula anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat harus mengakhiri karirnya diakibatkan oleh suara Tuhan.
“Akibat logisnya dapat dikatakan, bahwa suara rakyat sudah mati. Tinggallah sendirian kekuasaan yudikatif yang berisi wakil Tuhan,” tutup pemimpin firma hukum yang berkantor di Omah Putih, Sleman. (Tio)