Bantul, Kabar Jogja - Inovasi batik tulis dengan motif wajah yang dikembangkan di sentra batik tulis Giriloyo, Wukirsari, Imogiri pesat peminatnya dari Papua.
Dihadirkan sejak 2013, Akhyar Muzaki mulai mengenalkan batik lukis wajah lewat rumah produksi 'Sidomukti 0,0 Km Giriloyo'. Ini usaha yang dulu dijalankan ibunya.
"Persaingan usaha batik semakin sengit. Tidak hanya karena persaingan dengan batik printing, tapi kehadiran pengusaha batik di berbagai daerah menjadi faktor yang lain,” katanya, Selasa (7/2).
Tak hanya meneruskan budaya leluhur, batik diakui sebagai warisan budaya dunia. Akhyar tidak hanya mengandalkan produksi batik bermotif tradisional. Selain warna-warna pakem, dirinya menghadirkan produk dengan warna-warna kontemporer.
“Bekerja sama dengan beberapa pengusaha daerah. Saya lantas memproduksi batik dengan motif khas suku atau budaya setempat. Dari sini kami bisa bertahan,” jelasnya.
Membidik pasar khusus ini, menurut Muzaki, menjadi pilihan logis. Pasalnya, motif suku dan budaya suatu daerah kurang diangkat oleh kerajinan batik tulis yang kental menjunjung estetika dan nilai-nilai tradisi.
Ia lantas mencontohkan beberapa batik tulis kontemporer yang sedang ia kerjakan. Batik itu bermotif budaya Papua dan Kalimantan Barat dengan simbol-simbol suku di sana.
“Desain awalnya dari konsumen. Terus saya kembangkan usai mempelajari sejarah dan budaya mereka. Lumayan setiap dua minggu ada 25 motif berbeda yang dipesan,” jelasnya.
Muzaki masih memproduksi batik tulis bermotif klasik seharga Rp550 ribu sampai Rp5 juta per lembar. Selain itu, ia merambah pasar luar daerah dengan harga lebih murah yaitu Rp350 ribu sampai Rp1,3 juta. Per bulan omzet bisnisnya mencapai Rp100 juta.
Soal pemasaran, Muzaki tidak menampik layanan pesan secara online sempat terpikirkan. Meski mampu meraih pasar yang lebih luas, hal itu urung ia lakukan karena khawatir motif karyanya dijiplak pihak lain.
“Motif yang berbeda dari yang lain adalah nilai lebih dari batik tulis. Inilah yang kami jual. Selama ini cukup pemasaran dari mulut ke mulut dan via foto kepada pelanggan. Jadi nanti jika motif dipakai oleh orang lain bisa kita cari sumbernya,” katanya.
Dengan motif baru dan penggunaan warna yang lebih berani, Ayu mengatakan pembeli batiknya bertambah. Bahkan, selain dari kota-kota di Jawa dan luar Jawa, beberapa pembeli datang dari Jepang.
Ayu menceritakan, sebelum datang, pembeli dari Jepang memesan dulu motif yang diinginkan untuk dikerjakan perajin. Batik pesanan pembeli Jepang berukuran besar. Jika batik biasa 1 x 1,5 meter, atik pesanan Jepang bisa mencapai 1 x 1,5 meter.
“Mereka menjadikan batik produksi sini sebagai bahan utama kimono,” tutupnya. (Tio)