Yogyakarta, Kabar Jogja - Wakil Ketua DPRD Yogyakarta Huda Tri Yudiana menyatakan kemiskinan rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta yang meningkat dibandingkan sebelumnya karena mereka kekurangan kalori makanan.
Pernyataan ini disampaikan tertulis Huda pada Rabu (18/1). Hal ini sebagai respon pada rilis BPS yang menyatakan DIY merupakan daerah termiskin kedua se-Jawa setelah Jateng.
“Rilis BPS sangat jelas, garis kemiskinan makanan mendominasi sebesar 72,25 persen. Sehingga solusinya perlu fokus pada pemenuhan kalori makanan pada warga miskin,” kata Huda Rabu (18/1).
Disebutkan persentase penduduk miskin DIY awal tahun ini sebesar 11,49 persen atau secara absolut, terdapat sebanyak 463,63 ribu orang. Angka ini naik dibandingkan kondisi Maret 2022, saat itu penduduk miskin sebesar 11,34 persen dan jumlah penduduk miskin sebanyak 454,76 ribu orang.
Kondisi ini membuat DIY menjadi daerah paling miskin kedua di Jawa dengan angka kemiskinan rata rata nasional sebesar 9,57 persen.
Huda menyatakan Garis Kemiskinan September 2022 tercatat sebesar Rp551.342,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp398.363,00 (72,25 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp152.979,00 (27,75 persen).
“Saat itu (September 2022), secara rata-rata rumah tangga miskin di DIY memiliki 4,20 orang anggota rumah tangga. Apabila ditinjau secara rumah tangga, maka Garis Kemiskinan rumah tangga mencapai Rp2.315.636,00/rumah tangga/bulan,” papar Hudha.
Menurut politisi PKS ini, pemenuhan kalori makanan harus diutamakan pada warga miskin yang ekstrem atau sangat miskin. Terutama di Kulonprogo dan Gunungkidul.
“Jadi penanganan kemiskinan perlu fokus pada dua hal menurut saya, pertama memenuhi kalori makanan warga miskin, terutama yang ekstrem dan kedua lokasi di wilayah yang memiliki persentase kemiskinan tinggi,” tegasnya.
Pemda menurutnya telah memberikan bantuan kalori makanan lewat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kepada 380 KK dari 960 ribu KK. Sedangkan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), tercatat KK miskin di DIY hanya 160 ribu.
“Jadi bantuan per makanan yang diberikan sudah dua kali lipat dari DTKS. Mengapa sudah dua kali lipat data DTKS dibantu kalori makanan tetapi masih ada 11.49 persen penduduk miskin? Karena bantuan 200 ribu per KK per bulan tak bisa mengangkat warga dari kemiskinan,” tegas Hudha.
Angka bantuan yang diberikan ini sangat jauh nilainya dari garis kemiskinan versi BPS yang mencapai Rp2,3 juta per KK.
“Kerja kerja ini mesti fokus dan melibatkan berbagai level pemerintahan dan anggaran, baik dari APBD DIY, kabupaten kota maupun dana keistimewaan,” tutupnya. (Tio)