Yogyakarta, Kabar Jogja – Sejumlah perwakilan organisasi profesi kesehatan mendatangi DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyuarakan aspirasinya menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, Senin (28/11).
Ditemui Wakil Ketua DPRD Huda Tri Yudiana, mewakili berbagai organisasi profesi kesehatan, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI DIY) Joko Murdianto menegaskan penolakan mereka atas RUU Kesehatan Omnibus Law karena ketiadaan urgensi jika diterapkan.
“Peleburan sekitar sembilan UU Kesehatan, dimana ada sebagian yang belum berusia lima tahun dan beberapa belum memiliki peraturan turunannya tidak sesuai dengan aturan serta tidak transparan,” kata Joko usai penyampaian aspirasi.
Tak hanya itu, penolakan ini juga didasarkan pada tidak dilibatkannya organisasi profesi kesehatan maupun pemangku kepentingan kesehatan (Stakeholder) kesehatan dalam penyusunan, menjadikan RUU tersebut hanya didominasi upaya preventif serta promosi kesehatan saja.
“UU Kesehatan yg sudah ada saat ini sudah berjalan dengan baik dan efektif, mengatur regulasi tentang tenaga medis, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan, penjaminan mutu dan organisasi profesi,” terangnya.
Sehingga penghilangan UU secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada masyarakat luas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan karena dilayani oleh tenaga yang tidak terjamin mutunya.
Tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut.
“Ada beberapa poin dalam RUU Kesehatan Omnibus Law yang kami bahas intens. Yaitu mengenai pembaruan sertifikasi dokter dan tenaga kesehatan,” lanjut Joko.
Dimana selama ini, para dokter dan nakes wajib memperbarui sertifikasinya selama lima tahun, untuk mengetahui kemampuan apa yang sudah dimiliki. Di RUU Kesehatan Omnibus Law, surat izin praktik (SIP) bisa berlaku seumur hidup.
Ini berbahaya sebab jika izin diberikan tanpa batas waktu maka akan merugikan masyarakat. Pasalnya akan memunculkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab mengaku sebagai dokter meski tidak kuliah di kedokteran.
Tak hanya itu, RUU ini juga mengatur tentang Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup bisa membahayakan karena organisasi profesi jadi tidak bisa melacak kemampuan para anggotanya.
Dia mencontohkan, bagaimana jika ada dokter yang sudah lama tidak berpraktik, kemudian ingin membuka praktik dengan mengandalkan SIP yang berlaku seumur hidup, padahal tidak diketahui sudah sampai mana keilmuannya.
“Kalau gitu, juga bisa mencoreng organisasi profesi dan tentu membahayakan masyarakat juga. Kita tidak bisa mengecek mereka,” tuturnya.
Wakil Ketua Huda sendiri menyatakan DPRD DIY dalam permasalahan ini akan berada di belakang rekan-rekan organisasi profesi kesehatan yang memutuskan menolak RUU Kesehatan Omnibus Law.
“Ketika keresahan terhadap aturan itu muncul dari para profesional di bidangnya, maka ini menjadi tanda ada ketidakberesan atau tidak pas. Kami akan membawa aspirasi rekan-rekan ke lembaga tertinggi, Kementerian Kesehatan, sampai Presiden,” tutup Huda. (Tio)