Bantul, Kabar Jogja – Pemangku kepentingan pertembakauan menilai keberadaan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dinilai semakin eksesif. Bahkan melebihi berbagai aturan nasional di atasnya.
Karenanya, dalam penyusunan Perda KTR di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul diharapkan melibatkan seluruh pihak agar aturan ini menjadi tarik ulur kepentingan pihak ekosistem pertembakauan dan pihak anti rokok.
Hal inilah yang menjadi kesimpulan akhir dalam diskusi yang digelar pengurus daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) DIY pada Sabtu (15/10) sore di Bantul.
Ketua FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto menyatakan keberadaan Perda KTR di berbagai kota yang sudah ada dinilai mengunci teman-teman yang bekerja dan beraktifitas di industri pertembakauan.
“Masyarakat industri pertembakauan di hadapan pada aturan-aturan yang lewat Perda KTR ini dinilai membahayakan mata pencaharian mereka. Perda KTR dihadirkan seolah-olah untuk merugikan kami,” jelas Waljid.
Karenanya melalui diskusi ini dihadiri perwakilan pemerintah DIY, FSP RTMM-SPSI berharap pemerintah melibatkan usulan atau masukkan dari pelaku industry pertembakauan agar peraturan itu nanti juga mengampu mereka.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hanato Wibisono menyatakan bahwa sebanyak 40 persen dari Perda yang sudah dilahirkan dirasai sangat eksesif.
Fakta di lapangan Perda KTR Kota Bogor melebihi PP 109 Tahun 2012. Dimana produk rokok ditutupi dengan kertas atau kain sehingga nama maupun logo produk tidak terlihat,” katanya.
Hal ini menurutnya menyalahi PP 109 Tahun 2012 karena dalam peraturan itu tidak mengatur tindakan yang berlebihan seperti yang dilakukan Pemkot Bogor.
Hananto menyatakan di PP 109 Tahun 2012 sudah mengatur tentang pengendalian zat adiktif secara menyeluruh. Jadi jangan sampai Perda KTR menyimpang atau melebihi dari peraturan di atasnya.
Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Makmur Marbun menyatakan ada sebanyak 8-9 provinsi dan 133 kabupaten/kota yang belum memiliki Perda KTR.
“Kami terus mendorong pemerintah daerah untuk segera menghadirkannya namun dengan catatan penyusuan harus melibatkan semua pemangku kepentingan. Jangan sampai kehadiran perda yang seharusnya mengatasi masalah malah menjadi penambah masalah,” katanya.
Ketua BAPEMPERDA DPRD DIY Yuni Satia Rahayu menyatakan sebelum dilakukan penyusunan raperda, terlebih dahulu dilakukan identifikasi isu yang nantinya akan dijadikan draf untuk kemudian diuji dengarkan publik.
“Kami mengajak bersama-sama merumuskan Perda KTR yang memanusiakan manusia. Terlebih lagi kondisi perekonomian menghadapi isu resesi tahun depan, perda ini harus memperkuat perekonomian DIY,” katanya. (Tio)