Sleman, Kabar Jogja - Bupati Sleman, Dra. Hj. Kustini Sri Purnomo menyampaikan bahwa Hasil kajian risiko bencana gempa bumi menunjukkan terdapat 3 kelas risiko bencana di Kabupaten Sleman, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Untuk kelas risiko sedang hingga tinggi mendominasi wilayah Kabupaten Sleman bagian tengah dan timur, hal ini diantaranya dipengaruhi oleh tingginya ancaman bencana gempa bumi di Sleman bagian tengah dan timur.
Sementara kelas risiko rendah hingga sedang mendominasi Kabupaten Sleman bagian dan utara. Untuk di Kapanewon Berbah sendiri hasil kajian risiko bencana gempa bumi menunjukkan berada di kelas risiko “sedang”.
Kabupaten Sleman terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana dengan peningkatan kapasitas masyarakat diantaranya melalui pembentukan Desa Tangguh Bencanam yang bertujuan untuk mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan sekaligus meningkatkan kapasitas sebagai upaya menekan risiko bencana.
Kabupaten Sleman saat ini memiliki 69 Desa Tangguh Bencana yang tersebar di 86 Kalurahan di Kabupaten Sleman. Selain itu penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah dilakukan melalui Gladi lapang.
Dilakukan pula pendidikan bencana sejak dini melalui satuan pendidikan aman bencana sebanyak 6 sekolah. Serta memberntuk dan membina forum komunikasi komunitas relawan sleman yang mewadahi 59 komunitas relawan.
Hal tersebut disampaikan Kustini pada acara peresmian pemasangan sensor seismograf di lokasi sensor seismograf dengan kode Sensor SYJI, Kecamatan Candi Abang, Yogyakarta.
Kepala BMKG Prof. Dr. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D melakukan Peresmian yang menandai dimulainya instalasi 17 seismograf di seluruh wilayah Indonesia.
Pada acara peresmian ini dilakukan pula live streaming dengan BMKG Pusat langsung dari ruang operasional Pusat Gempa Nasional guna memastikan data seismograf dengan kode stasiun SYJI ini telah masuk dengan baik dalam sistem InaTEWS.
"Pembangunan shelter dan jaringan seismograf ini diperlukan untuk merapatkan jaringan guna meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami di BMKG," imbuh Dwikorita.
Dwikorita menuturkan sejak tahun 2016, BMKG telah menyadari kondisi Indonesia yang semakin rawan bencana, tetapi kita tidak memiliki persenjataan yang canggih.
Oleh karena itu, dalam melanjutkan visi BMKG demi menjaga keselamatan masyarakat terhadap bencana alam pada elemen Struktur, BMKG memasang sensor gempa di Kawasan Candi Abang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi peringatan dini gempa besar dan tsunami kepada masyarakat.
Peresmian dihadiri dan disaksikan oleh Bupati Sleman, para pimpinan Forkopimda Propinsi D.I.Y dan Kabupaten Sleman, Tim Ahli dari ITB dan UGM, serta Pengamanan Pembangunan Strategis Kejaksaan Agung RI.
Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur DIY menyambut baik dan mengapresiasi Peresmian Dan Uji Fungsi Aloptama Tahun 2021 sebagai upaya penguatan “Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)”.
Posisi geografis Indonesia di ring of fire memang mengharuskan kita senantiasa waspada terhadap bencana erupsi gunung api, gempa bumi, dan tsunami untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Diharapkan BMKG semakin giat mengedukasi masyarakat agar mandiri dalam konsep mitigasi. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak juga harus dilanjutkan dan di-up grade sesuai kebutuhan. (*)