Yogyakarta, Kabar Jogja – Pedagang Kaki Lima (PKL) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta agar tidak ada perpanjangan pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PTKM) setelah selesai pada Senin (8/2) mendatang. Namun ketika memang nantinya diperpanjang diharapkan ada poin kebijakan yang longgar untuk jam operasional pelaku usaha.
Perwakilan DPD RI DIY Cholid Mahmud mengatakan pembatasan
jam operasional hanya sampai pukul 19.00 atau 20.00 WIB kepada pelaku usaha
cukup memberatkan. Hal ini diketahuinya setelah menemui perwakilan dari
Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) DIY yang mengadu ke kantornya.
Menurutnya, waktu bagi pelaku usaha atau PKL yang biasa
beroperasi pada sore sampai malam hari habis hanya untuk persiapan saja. “Habis
hanya untuk persiapan saja. Harapannya kebijakannya jamnya ini diperpanjang. Sehingga
secara masuk akal orang usaha itu masih memungkinkan dilakukan,” katanya di
kantornya pada Rabu (3/2).
Cholid mengatakan, para PKL ini hanya ingin diberikan
kesempatan berupa waktu untuk menjalankan usahanya. “Mereka hidup untuk
menghidupi diri sendiri tidak terlalu banyak berharap kepada pemerintah. Cuma
berharap diberi kesempatan berusaha, waktu untuk usaha. Saya kira ini hal yang
masuk akal untuk didukung,” katanya.
Cholid Mahmud mengatakan aduan ini akan disampaikannya
kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Ia berharap supaya ketika
nantinya diperpanjang, akan ada poin untuk bisa dilonggarkan jam operasional
pelaku usaha.
“Kalau 8 Februari selesai, Alhamdulillah. Kita antisipasi
kalau ini diperpanjang, diharapkan ada poin kebijakan untuk ruang usaha bagi
teman-teman PKL,” ucapnya.
Ketua APKLI DPW DIY Mohlas
Madani mengatakan, PTKM yang salah satu poin kebijakannya berupa pembatasan jam
operasional pelaku usaha sampai pukul 19.00 atau 20.00 WIB untuk menekan
penularan Covid-19 tidak masuk akal. Menurutnya ini hanya masalah kedisplinan
dalam menjalankan protokol kesehatan (prokes). “Kami usul supaya tidak ada
PTKM. Ini bukan persoalan pembatasan waktu saat PTKM, tapi soal protokol kesehatan,”
katanya.
Mohlas mengatakan risiko penularan virus Covid-19 bisa
terjadi kapan saja. Namun kegiatan masyarakat pada malam hari dibatasi. “Ini
dibatasi jam 7 malam. Memangnya virus ini hanya keluar malam saja kayak hantu.
Padahal pagi, orang juga bisa tertular,” katanya.
Mohlas mengatakan omzet PKL di Yogyakarta menurun hingga 50
persen sejak terjadinya pandemi Corona, Maret 2020 lalu. Kemudian muncul
kebijakan PTKM yang diberlakukan di DIY menyebabkan pendapatan menurun drastis.
“Sejak pandemi menurun dari yang semula misal satu juta,
mendapat 500 ribu. Kemudian adanya PTKM ini, semalam hanya bisa dapat 50 ribu,”
katanya.
Mohlas mengatakan di bawah APKLI ini ada lebih dari 20 ribu
PKL di DIY. Mereka yang terdampak pandemi sekitar 80 persen. “Paling parah
dampaknya saat PTKM ini. Ada yang alih profesi jadi kuli, serabutan,” katanya.
Menurut Mohlas, adapula PKL yang benar-benar menjadi
pengangguran. Mereka hutang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. “Ada banyak PKL
yang gerobaknya dijual untuk bertahan hidup. Ada gerobak angkringan, lesehan,
mie ayam,” ucapnya.(dho)