Yogyakarta, Kabar Jogja - Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
WhatsApp meluncurkan program pelatihan bertemakan “Perempuan Melawan Hoaks
Politik di WhatsApp Grup dalam Pilkada 2020” untuk mendukung para tokoh
komunitas perempuan di empat kota menjadi agen perubahan dalam memerangi
penyebaran hoaks sepanjang Pilkada 2020.
Pelatihan tersebut merupakan kelanjutan dari hasil riset
berjudul “Grup WhatsApp dan Literasi Digital Perempuan Indonesia” yang
dipublikasikan awal tahun ini oleh Departemen Ilmu Komunikasi UGM. Bagi
kebanyakan perempuan, WhatsApp adalah perpanjangan dari kehidupan sosial di
mana lebih dari separuh grup WhatsApp mereka adalah keluarga dan teman-teman.
Sebanyak 70% dari 1.250 responden perempuan mengaku memiliki hingga 10 grup
WhatsApp, yang seringkali menjadi tempat di mana mereka terpapar hoaks dan disinformasi.
“Riset juga menunjukkan, 74% dari perempuan yang terpapar
hoaks memilih untuk tidak menanggapi pesan meragukan yang diterima karena
menghindari konflik. Padahal, kami melihat perempuan justru berkesempatan
membawa perubahan dalam komunitasnya asalkan terbekali dengan pelatihan
literasi digital yang tepat. Inilah mengapa kami berkolaborasi dengan WhatsApp
untuk menyelenggarakan rangkaian program pelatihan ini,” kata Novi Kurnia,
Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi UGM.
Salah satu peserta pelatihan yang telah mendaftarkan dirinya
adalah Andi Sri Wulandani, perempuan berumur 38 tahun dari Makassar. Andi
pernah bekerja di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Soppeng dan kini mengepalai
sebuah institusi penelitian di Makassar.
“Setiap orang, termasuk saya sendiri, menggunakan WhatsApp
sebagai sarana komunikasi utama untuk terhubung dengan teman, keluarga, dan
rekan kerja,” kata Andi. “Tanpa pengetahuan dan kesadaran yang cukup, mudah
bagi kita untuk terperangkap dalam informasi yang belum pasti kebenarannya.
Oleh sebab itu, saya tidak sabar untuk mengikuti pelatihan ini dan berharap
ilmu yang saya dapatkan bisa saya bagikan ke komunitas saya. Saya yakin kita bisa
bersama-sama melawan hoaks dengan upaya kolaboratif.”
Pelatihan ini akan diadakan di empat kota/kabupaten
terpilih, yakni Tangerang Selatan, Mamuju, Tomohon, dan Makassar. Keempat
lokasi ini diidentifikasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai daerah yang rentan konflik akibat
disinformasi. Novi, yang juga merupakan koordinator pelatihan menambahkan, “Di
Makassar sendiri, 58% perempuan rata-rata menerima satu hingga tiga pesan yang menyesatkan
dari grup mereka setiap harinya. Lebih dari tiga perempat isi pesan-pesan tersebut
berkaitan dengan politik.”
Direktur Kebijakan Publik WhatsApp APAC Clair Deevy percaya
teknologi dan peningkatan literasi digital yang baik dapat menjadi solusi atas
isu ini. “WhatsApp memiliki teknologi pendeteksi spam terbaik,” kata Deevy.
“Dengan teknologi ini, WhatsApp mendeteksi akun-akun yang menunjukkan perilaku
mencurigakan, seperti akun baru terdaftar yang mendadak mengirimkan pesan dalam
jumlah besar sekaligus. Akun-akun seperti ini mungkin disalahgunakan untuk
menyebarkan spam dan hoaks.”
Deevy melanjutkan, “Namun, WhatsApp tetap menyarankan
penggunanya untuk selalu memeriksa kebenaran pesan yang diterima sebelum
membagikannya. Pengguna juga disarankan untuk selalu merujuk informasi penting
kepada sumber yang terpercaya dan resmi.
Maka dari itu, kami sangat antusias dapat bekerja sama
dengan institusi seperti UGM untuk semakin mendorong keterlibatan pengguna
Whatsapp dalam melawan hoaks dan disinformasi.”
Pelatihan ini akan berlangsung dari tanggal 19 sampai 23
Oktober 2020, diikuti dengan sesi pendampingan hingga akhir tahun. Para peserta
akan dibagi ke dalam beberapa kelompok dan menerima sesi pembinaan melalui grup
WhatsApp. Mereka juga akan dibekali dengan materi pembelajaran yang memudahkan
mereka meneruskan apa yang sudah mereka pelajari kepada komunitas mereka kelak.(rls)