Pakar virologi dari
FKKMK UGM Mohamad Saifudin Hakim, mengatakan vaksin yang berasal dari China itu
belum bisa diklaim ini akan efektif digunakan nantinya sebab perlu menunggu
hasil uji klinisnya.
“Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa vaksin yang sedang
diuji klinis saat ini pasti akan efektif dan sudah pasti menjadi pilihan untuk
diedarkan. Ini kesimpulan yang terlalu dini,” katanya dalam keterangan tertulis
yang dikutip pada Selasa (18/8).
Ia menilai kandidat vaksin yang sudah masuk ke uji klinis
fase 3 tidak menjamin bahwa uji klinisnya akan berhasil. Banyak kandidat vaksin
yang sudah menjalani uji fase 3 namun gagal karena ternyata terbukti tidak
efektif.
Namun Hakim berpendapat
pengembangan vaksin Covid-19 sekarang ini salah satu upaya dilakukan
banyak negara untuk menghentikan pandemi. Akan tetapi banyak penelitian sudah
menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk setelah infeksi SARS-CoV-2 secara
alami ternyata tidak bertahan lama, akan menghilang dalam 2-3 bulan.
Bila nantinya dari hasil ujicoba vaksin Sinovac ini berhasil
di tanah air, lalu dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional, menurutnya
kontinuitas program tersebut akan bergantung pada suplai vaksin yang cukup.
Oleh karena itu ia berharap Indonesia bisa memproduksi sendiri.
“Tentu akan lebih mudah dipastikan jika kita mampu
memproduksi vaksin sendiri, dibandingkan jika harus membeli dari produsen dari
luar negeri,” katanya.
Menurutnya teknologi pembuatan vaksin terinaktivasi sudah
dimiliki oleh PT. Biofarma. Namun untuk produksi massal vaksin tersebut tentu
saja menunggu hasil uji klinis fase tiga ini. “Bila vaksin ini terbukti efektif
dan aman, maka produksi massal dapat dimulai. Tinggal nanti kesepakatan antara
Sinovac, Pemerintah Indonesia, dan PT. Biofarma, berapa bagian dari produksi
vaksin itu yang akan diproduksi Biofarma,” katanya.
Indonesia saat ini tengah melakukan uji klinis vaksin
Sinovac yang berasal dari China. Ujicoba ini dilakukan pada sejumlah orang
relawan sebagai tahap uji klinik fase 3 di Indonesia untuk dapat menilai
efikasi atau keandalan vaksin tersebut. Namun demikian vaksin bukan
satu-satunya cara menghentikan pandemi Covid-19, sebab wabah virus corona
sebelumnya seperti SARS-CoV an MERS-CoV sebelumnya berhasil dihentikan tanpa
vaksin.
Hakim mengatakan, wabah virus corona sebelumnya seperti
SARS-CoV tahun 2002-2003 dan MERS-CoV tahun 2012 juga berhasil dihentikan tanpa
vaksin. Bahkan negara-negara yang sukses menahan laju peningkatan kasus
COVID-19, seperti China sendiri, Korea Selatan, Selandia Baru, Taiwan, mereka
pun bisa menekan peningkatan kasus dengan upaya-upaya pencegahan penularan yang
dilaksanakan dengan baik dan disiplin.
“Saya kira pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya pencegahan
persebaran COVID-19 ini secara maksimal. Dan masyarakat harus disiplin
melaksanakan upaya pencegahan penularan. Tidak boleh kendor sama sekali,” ucapnya.
Menurutnya tindakan pencegahan seperti isolasi kasus,
contact tracing dan karantina, penjarakan fisik, memakai masker dan cuci
tangan, dan karantina komunitas (lockdown) sangat diperlukan.(dho)