Bantul, Kabar Jogja - Sejak wabah Covid-19 dialami di
Indonesia, sampai saat ini diketahui penyebaran Covid-19 mengalami peningkatan
saat memasuki musim mudik lebaran. Jumlah kasus pun semakin meningkat ketika
memasuki era New Normal atau “New Adaptation of Habits” yang disertai dengan
mengendurnya kebijakan pemerintah.
Hasil penelitian ini diketahui dari riset yang dilakukan
oleh tim peneliti di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Gadjah
Mada yang melakukan joint research (penelitian bersama/gabungan) dengan the
Global Challenge Research Fund (GCRF), Heriot-Watt University.
Sisi kuantitatif penelitian ini dikaji menggunakan Epidemic
Preparedness Index (Indeks Kesiapsiagaan Pandemi). Selanjutnya, penelitian ini
juga menggunakan analisis model COM-B yang menitikberatkan pada kajian
perubahan perilaku masyarakat saat pandemi.
Novat Pugo Sambodo, peneliti dari Pusat Kebijakan Pembiayaan
dan Manajemen Asuransi Kesehatan UGM (KPMAK), menyatakan selama pandemi
berlangsung, Indeks Kesiapsiagaan Pandemi (EPI) di setiap provinsi digunakan
untuk menunjukkan tingkat kesiapan setiap daerah dalam menghadapi pandemi
Covid-19.
"Namun, hasil dari Indeks Kesiapsiagaan Pandemi (EPI)
yang berkaitan dengan Tingkat Kematian (CFR) dan Tingkat Kesembuhan (RR) tidak
bisa dijadikan tolak ukur meningkatnya kematian dan jumlah kasus positif. Oleh
karena itu, kami berencana untuk meningkatkan perhitungan CFR dan RR
berdasarkan pertimbangan tambahan yang pada saat ini belum dicakup oleh
perkiraan saat ini,” kata dia, dalam keterangan tertulis yang dikutip pada
Jumat (21/8).
Berdasarkan triad epidemiologi, selain faktor lingkungan
yang didukung oleh infrastruktur kesehatan masyarakat, perilaku masyarakat juga
mempengaruhi meningkatnya kasus positif. “Oleh karena itu, untuk mengurangi
penyebaran virus, mengubah perilaku sebagai bentuk kesadaran bermasyarakat
sangatlah penting,” sambung Novat.
Baru-baru ini, WHO menyatakan bahwa virus Corona tidak hanya
menular melalui droplet saat bersin, batuk atau berbicara tanpa menggunakan
masker, tetapi juga melalui udara. “Tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah
selain untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, mereka juga harus
terus meningkatkan kesadaran masyarakat,” kata Dyah Titis Kusuma Wardani, ,
peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMY.
Dyah berkata, protokol kesehatan diringkas menjadi 3M, yaitu
’Mencuci Tangan, Memakai Masker dan Menjaga Jarak’. Membatasi Mobilitas dan
mematuhi protokol kesehatan di tempat umum sangat penting untuk mencegah
penyebaran Covid-19. Hasil penelitian kami berupa ringkasan kebijakan dan iklan
layanan masyarakat atau ILM yang disajikan dalam audio visual dan infografis.
ILM akan digunakan sebagai peringatan bagi masyarakat.
Selain itu, Rakhmat Ari Wibowo (peneliti FK-KMK UGM)
mengatakan peningkatan kasus penularan tersebut diperparah dengan kurangnya
pemahaman masyarakat tentang penularan Covid-19 dan maraknya berita palsu
mengenai Covid-19.
“Faktor lingkungan, pengaruh sosial, kebijakan pemerintah
daerah, motif agama, peluang ekonomi, dan faktor sosial budaya dan pilihan
pribadi dapat menjadi penyebab atau penghambat perilaku preventif. Namun temuan
kualitatif ini baru dianalisa oleh satu orang peneliti, sehingga masih ada
kemungkinan subyektifitas. Kami akan terus menganalisa hasil kualitatif dari
dua orang peneliti secara mandiri untuk mengurangi kemungkinan subyektifitas,
lalu hasilnya akan kami terbitkan secepatnya," ungkapnya.
Kemudian muncul harapan bahwa hasil penelitian ini bisa
menjadi kesadaran pemerintah untuk merancang kebijakan yang tepat, seperti yang
disarankan oleh Romi Bhakti Hartarto M.Ec, peneliti dari Program Studi Ekonomi
UMY yang juga Ketua Penyelidik (Co-PI) dari Heriot-Watt University. “Merupakan
harapan kami bahwa dengan bekerja sama, penyebaran pandemi Covid-19 dapat
dihentikan,” pungkasnya.(dho)