Yogyakarta, Kabar Jogja - WMP Yogyakarta menyelenggarakan ‘Festival Inovasi
Wolbachia: Sains untuk Kemanusiaan’ pada Agustus-September ini. Rangkaian
Webinar mulai 12, 19, 26 Agustus, dan 2 September ini mengangkat perjalanan
penelitian metode Wolbachia sebagai pelengkap dari pengendalian DBD di
Yogyakarta.
Peneliti Utama WMP Yogyakarta Prof.Adi Utarini mengatakan
dalam pembukaan webinar seri pertama, bahwa tema “Sains untuk Kemanusiaan”
diangkat dengan 3 (tiga) motivasi utama. Pertama, setiap penemuan selalu
diawali dengan sains yang kuat dan dapat diterima oleh masyarakat ilmiah.
Kedua, proses pembuktian penelitian yang transparan dan menggunakan standar
yang terbaik, baik dari sisi metode penelitian, ukuran-ukuran yang digunakan,
quality control, maupun partisipasi dan advokasi selama penelitian.
“Ketiga, semangat inovasi tentu tidak berhenti pada hasil
penelitian, akan tetapi sampai padatitik akhir bagaimana manfaat atau impact
itu dapat dirasakan masyarakat, terutama mereka yang sangat membutuhkan,” kata
dia dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (14/8).
Dalam webinar seri pertama bertajuk “Teknologi Wolbachia dan
Penelitian WMP Yogyakarta” pada (12/8) kemarin, hadir narasumber pertama yaitu
Warsito Tantowijoyo, Ph.D, Entomology Team Leader WMP Yogyakarta.
Warsito memaparkan tentang teknologi Wolbachia. Menurutnya,
Wolbachia merupakan bakteri yang bisa ditemukan di 40-50% serangga di sekitar
kita. Sedangkan, Wolbachia yang digunakan dalam penelitian WMP Yogyakarta,
diekstrak dari Drosophila melanogaster (lalat buah). Kemudian dilakukan
mikroinjeksi Wolbachiapada telur nyamuk Aedes aegypti. Setelah ribuan
percobaan, akhirnya Wolbachia berhasil hidup dalam Aedes aegypti sebagai
inangnya.
Pada masa awal penelitian, WMP Yogyakarta berharap Wolbachia
bisa mengurangi masa hidup nyamuk Aedes aegypti untuk mengurangi transmisi
dengue. Namun, temuan yang lebih menarik adalah Wolbachia bisa menghambat
perkembangan virus dengue yang terdapat pada nyamuk Aedes aegypti tersebut.
Warsito menambahkan, pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah menyebarkan nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina
ber-Wolbachia. Dari pelepasan terbatas di wilayah penelitian, nyamuk disebar
hingga populasinya establisheddi 60%. Setelah satu kali intervensi, nyamuk
ber-Wolbachiaakan secara alami berkembang biak dan berkelanjutan di alam,
sertamencegah penyebaran virus dengue.
Narasumber lainnya yaitu dr. Eggi Arguni, Ph.D, Diagnostic
Team Leader WMP Yogyakarta, memaparkan tentang aspek keamanan, kelayakan, dan
pelibatan masyarakat dalam penelitian ini. Menurutnya, pada masa awal
penelitian WMP Yogyakarta, banyak dilakukan penelitian yang mendasari bagaimana
teknologi Wolbachia akan diterapkan di Yogyakarta. WMP Yogyakarta melakukan
Wild Insect Survey di Sleman dan Bantul, dengan mengumpulkan 100 jenis
serangga. Dari 100 jenis serangga yang dikumpulkan, 22 diantaranya mengandung
Wolbachia. “Wolbachia berada di sekitar kita,” kata Eggi.
Eggi menambahkan, selain Wild Insect Survey, WMP Yogyakarta
juga melakukan studi serologi, untuk mengecek keamanan Wolbachia pada manusia.
WMP melakukan pengambilan sampel darah dari 300 partisipan dan dicek
antibodinya. Hasil studi menunjukkan, bahwa dipastikan Wolbachia tidak
menginfeksi manusia.
WMP Yogyakarta juga melakukan studi vector competence. Dalam
studi ini, peneliti menginfeksi nyamuk Ae. aegypti dengan virus dengue melalui
artificial blood feeding. Hasilnya, nyamuk Ae. aegyptiber-Wolbachia, virus
denguenya sangat rendah, sedangkan yang tidak ber-Wolbachia cukup tinggi. Ini
yang menjadi dasar penemuan bahwa Wolbachia berhasil menghambat replikasi virus
dengue pada tubuh nyamuk Ae. aegypti. “Wolbachia ini seperti halnya vaksin yang
meningkatkan kekebalan tubuh nyamuk Aedes aegypti terhadap virus dengue,” ucapnya.(dho)