Yogyakarta - Tubuh Polri kini seolah dihadapkan pada berbagai fenomena yang mewarnai media massa. Satu sisi fenomena itu membuat Polri disanjung namun satu sisi juga membuat Polri disorot.
Psikolog yang juga Founder of Rumah Pemberdayaan Th. Dewi Setyorini menyoroti dua fenomena yang belakangan mencuat di berbagai media massa.
Terutama soal dua berita yang saling bertolak belakang dalam tempo nyaris bersamaan dan sama-sama dilakukan polisi.
“Berita yang satu terjadi Mabes Polri Jakarta, mengisahkan tiga jendral polisi saling bahu membahu meloloskan penjahat kelas jumbo Djoko S Tjandra dari jerat hukum. Sedang berita lainnya adalah tiga gembong penjahat lintas provinsi mati kutu di tangan anggota Sat PJR Kartasura, Jateng beberap waktu lalu,” ujar Dewi Setyorini dalam keterangannya Kamis (23/7/2020).
Djoko S Tjandra, siapa yang tak tahu namanya. Satu dari sekian buronan paling dicari negara. Kini namanya kembali diperbincangkan setelah lama beku dalam kotak pandora yang tak lagi dibuka.
Sebagai institusi penegak hukum, kepolisian RI menjadi pihak yang paling dipertanyakan kesungguhannya menegakkan hukum seiring keterlibatan tiga jenderal memberi hak-hak istimewa kepada Djoko S. Tjandra. Hukum diinjak-injak aparat negara tepat di jantung Mabes Polri.
Jauh lokasinya dari Mabes Polri, hukum terpacak tegak lurus. Aturan ditaati, perintah atasan mulai dari instruksi Presiden RI, Kapolri dan Kapolda dan Dirlantas Polda Jateng dijadikan acuan dalam bertugas anggota polisi Sat PJR Kartasura, Jawa Tengah.
Dewi mencontohkan, media Bernasnews.com 18 Juli 2020 lalu memberitakan capaian gemilang polisi lalu lintas Satuan Patroli Jalan Raya Polda Jateng Unit 7 Kartasura yang berhasil menangkap tangan tiga bandit penjarah uang lintas provinsi senilai lebih dari Rp 400 juta.
Betapa rumit dan sulitnya penangkapan ini. Jalur koordinasi lintas provinsi bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Perlu disiplin diri, kekompakan tim, kerja keras, sekaligus dukungan pimpinan dan jajaran di lapangan untuk sabar dan konsisten mengawasi dan mengikuti pergerakan penjahat dari detik ke detik tanpa kenal lelah.
Garda terdepan di lingkungan Ditlantas Polda Jateng ini patut diapresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya atas usaha dan upayanya menempatkan hukum sebagaimana seharusnya. “Merekalah sesungguhnya penjaga hukum dan dengan setia menjalaninya,” ujarnya,
Menurut Dewi, Inilah potret dua sisi berbeda bak bumi dan langit. Pada level pimpinan sejumlah jendral mengobrak abrik tatanan hukum. Dalam tataran taktis di lapangan, sejumlah anggota polisi berpangkat rendah dengan kesadaran terjaga menyuguhkan kinerja sangat baik saat menjalankan sistem hukum.
Aksi tangkap tangan tiga penjahat kakap lintas provinsi tersebut membuktikan bahwa anggota Sat PJR Kartasura memahami intisari Polantas Candi dan Polantas Hadir yang digulirkan Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat.
Polantas Candi merupakan sebuah akronim dari Cerdas, Agamis, Negosiator, Dedikasi, dan Inovatif. Sedangkan Polantas Hadir adalah akronim dari Humanis, Antisipatif, Disiplin, Inisiatif, dan Responsif.
Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat selaku atasan Sat PJR, dinilai piawai merumuskan bagaimana sebaiknya kepolisian hadir memerangi kejahatan yang berkembang sistematis didukung teknologi canggih.
Semboyan Polantas Candi dan Polantas Hadir mencerminkan bagaimana kepolisian seyogianya berkiprah dalam situasi dunia yang makin kompleks dengan semua perubahannya yang sulit diprediksi.
Dalam tataran kepemimpinan, rumusan kerja Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat sesungguhnya memanifestasikan Kepemimpinan Hadir. Pemimpin/leader tak semata mendudukkan dirinya sebagai seseorang yang harus dihargai, diberi tempat paling terhormat, atau bahkan ditakuti.
“Leader hadir sebagai pribadi yang memberi ruang yang longgar bagi anak buah untuk mengembangkan diri. Ia menciptakan hitam putih, pelangi, bahkan hidup mati institusinya,” ujar Dewi.
Kepemimpinan Hadir sebagaimana dipertontonkan Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat adalah model kepemimpinan yang menekankan penghargaan tinggi pada manusia. Model leader yang memberi kesempatan anggota Sat PJR berprestasi tak hanya sebagaianak buah namun sebagaimanusiaberkepribadian unggul.
Pada dasarnya, kepemimpinan ‘Hadir’ adalah kepemimpinan yang berbasis nilai dan ini merupakan strategi agar dekat di hati anak buah demi mencapai tujuan bersama baik institusi maupun anggota. Kepemimpinan ‘Hadir’ adalah kepemimpinan yang tidak mengedepankan unsur kekuasaan namun menonjolkan sisi humanisme sebagai pribadi yang mengejawantah dalam kehidupan keseharian.
“Hasilnya, gaung positifnya lebih mudah ditangkap anak buah dan menjadi acuan menjalankan tugas sehari-hari,” ujarnya.
Di tengah kecaman dan hujatan yang ditujukan kepada tiga jendral polisi pelindung Djoko S Tjandra, prestasi anggota Satuan Polisi Jalan Raya Kartasura yang sukses mengimplementasikan konsep Polisi Candi dan Polisi Hadir sebagaimana rumusan Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat menjadi oase saat hukum dipertanyakan dan keadilan digugat.
Di saat peran leader di lingkungan Mabes Polri digugat karena tak hadir sebagai pribadi unggul, semoga apa yang dilakukan Dirlantas Polda Jateng Kombes Pol Arman Achdiat dan jajaran di bawahnya menjadi seteguk air di tengah kegersangan contoh riil seorang leader yang bersedia hadir dan lebur sebagai pribadi yang mengejawantah dalam kehidupan riil keseharian.
“Leader juga pribadi yang memiliki sisi humanisme yang layak mendapatkan tempat di hati anak buahnya. Dengan demikian kepemimpinan dikembalikan dalam martabat yang paling hakiki yaitu penghargaan pada manusia sebagai makhluk Tuhan paling sempurna,” katanya.
Legislator DPRD Kota Yogya, Yoga Prasetyo Pri Hutomo mengapresiasi penuh polisi lalu lintas Satuan Patroli Jalan Raya Polda Jateng Unit 7 Kartasura Polda Jateng yang berhasil menangkap tangan tiga bandit penjarah uang lintas provinsi senilai lebih dari Rp 400 juta.
“Ya untuk polisi polisi berdedikasi seperti (Satuan Patroli Jalan Raya Polda Jateng Unit 7 Kartasura Polda Jateng) itu perlu lah diberi apresiasi, terlebih mereka berhasil menangkap penjahat dengan tingkat kejahatannya besar, tapi berarti bukan berarti mengesampingkan aksi kejahatan yang skalanya kecil. Apresiasi perlu diberikan setinggi tingginya bagi para kepolisian yang menjalankan tugas sepenuh hati seperti itu agar juga memberikan semangat aparat lebih giat,” ujar Hutomo.
Hutomo menambahkan, pihaknya masih percaya penuh integritas kepolisian RI walau di pucuk institusi itu belakangan disorot karena kasus Djoko Tjandra.
“Bagaimanapun, sebagai masyarakat juga aparat pemerintahan kita jika ada kasus kasus kejahatan pastilah pelaporan kepolisan juga, meminta bantuan mereka sebagai penegak hukum. Harus kita beri kepercayaan mereka dalam tugasnya,” ujarnya.